Industri otomotif Indonesia sedang dihadapkan pada sebuah teka-teki besar. Di satu sisi, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mulai menunjukkan sinyal pesimisme dan mempertimbangkan revisi target penjualan mobil nasional. Namun, di sisi lain, Suzuki justru tampil penuh percaya diri, meyakini bahwa angka 900 ribu unit yang ditetapkan akan tetap tercapai di penghujung tahun 2025.
Perbedaan pandangan ini tentu memicu banyak pertanyaan. Mengingat hingga September, penjualan mobil baru (wholesales) baru mencapai sekitar 560 ribu unit dan (retail) 585 ribu unit, target 900 ribu unit memang terlihat cukup ambisius. Diperlukan lonjakan penjualan yang signifikan dalam tiga bulan terakhir untuk bisa menyentuh angka tersebut.
Realita Penjualan Mobil Nasional Hingga September 2025
Data penjualan mobil nasional hingga kuartal ketiga tahun 2025 memang menunjukkan tantangan yang tidak mudah. Angka wholesales yang baru menyentuh 560 ribuan unit dan retail 585 ribuan unit masih jauh dari target 900 ribu unit yang dicanangkan Gaikindo. Ini berarti, industri harus menjual setidaknya 315 ribu hingga 340 ribu unit lagi dalam waktu kurang dari tiga bulan.
Secara matematis, pencapaian target ini membutuhkan rata-rata penjualan bulanan yang jauh lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya. Tren pasar yang cenderung melandai sepanjang tahun juga menambah keraguan akan kemampuan industri untuk mengejar ketertinggalan ini. Kondisi ekonomi global dan domestik yang fluktuatif turut menjadi faktor penentu.
Mengapa Suzuki Tetap Optimistis? Dony Ismi Saputra Buka Suara
Di tengah keraguan yang melanda, Dony Ismi Saputra, 4W Deputy Managing Director SIS, menyuarakan keyakinan kuat dari pihak Suzuki. Menurutnya, meskipun target terlihat berat, ada beberapa faktor yang membuat Suzuki tetap optimistis. Ia melihat pola musiman yang terjadi setiap tahun sebagai kunci.
"Kalau ditanyakan ke saya, kita sebetulnya kurang sepertiga kan harusnya butuh waktu empat bulan. Tapi kalau bicara mengenai seasonal index di bulan November-Desember, menurut saya sih masih dimungkinkan," kata Dony dengan nada penuh keyakinan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Suzuki memiliki perhitungan dan analisis tersendiri yang berbeda dari pandangan umum.
Efek "Peak Season" November-Desember
Dony Ismi Saputra menjelaskan bahwa November dan Desember secara historis selalu menjadi puncak penjualan mobil baru. Fenomena ini, yang disebut "seasonal index," adalah pola berulang dalam kalender industri otomotif Indonesia. Konsumen cenderung menunda pembelian hingga akhir tahun untuk memanfaatkan promo atau diskon besar.
"Kan penjualan di bulan November-Desember pasti akan mencapai peak-nya, setiap tahun kan kira-kira begitu," ujarnya. Ia menambahkan bahwa September-Oktober memang seringkali menjadi periode melandai sebelum terjadi lonjakan signifikan di dua bulan terakhir. Pola ini, menurut Dony, juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, memberikan dasar kuat bagi optimismenya.
Kontribusi Suzuki dalam Pasar Otomotif
Sebagai salah satu pemain kunci di pasar otomotif nasional, Suzuki juga telah memberikan kontribusi yang tidak sedikit. Hingga periode Januari-September, pangsa pasar Suzuki untuk wholesales mencapai 7,9 persen, dengan total 44.253 unit terjual. Sementara itu, untuk penjualan retail, Suzuki menguasai 7,6 persen pasar atau sebanyak 44.450 unit.
Kontribusi ini menunjukkan bahwa Suzuki memiliki pijakan yang cukup kuat di pasar. Dengan strategi yang tepat dan momentum akhir tahun, mereka yakin dapat memaksimalkan penjualan dan turut mendorong pencapaian target nasional. Angka-angka ini menjadi salah satu dasar keyakinan mereka bahwa target 900 ribu unit masih realistis.
Dorongan untuk Pemerintah dan Strategi Merek
Dony Ismi Saputra juga menyoroti pentingnya dukungan dari berbagai pihak untuk mencapai target penjualan ini. Ia sependapat dengan langkah Gaikindo yang meminta bantuan pemerintah untuk menggedor penjualan. Salah satu area yang bisa dievaluasi adalah struktur pajak yang berkaitan dengan kendaraan bermotor.
Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang pro-industri dan pro-konsumen dapat memberikan stimulus yang sangat dibutuhkan. Peninjauan kembali regulasi pajak bisa membuat harga mobil lebih terjangkau, sehingga merangsang daya beli masyarakat yang sempat melemah. Ini adalah langkah krusial untuk menciptakan iklim pasar yang lebih kondusif.
Aktivitas Merek dan Inovasi Produk Jadi Kunci
Namun, Dony menekankan bahwa bantuan pemerintah saja tidak cukup. Faktor tak kalah penting adalah kondisi ekonomi secara keseluruhan serta aktivitas masing-masing merek di pasar. "Tentunya salah satu hal yang sangat berpengaruh di tiga bulan terakhir ini adalah bagaimana aktivitas program penjualan yang dilakukan oleh masing-masing merek untuk menjaga volume," jelasnya.
Selain itu, "impuls atau rangsangan berkaitan dengan produk itu sendiri" juga memegang peranan vital. Inovasi produk, peluncuran model baru, atau penawaran khusus yang menarik dapat menjadi daya pikat bagi konsumen. Merek-merek harus aktif dan kreatif dalam menarik perhatian pembeli di tengah persaingan yang ketat dan kondisi pasar yang menantang.
Gaikindo: Realistis dengan Revisi Target?
Berbeda dengan optimisme Suzuki, Gaikindo justru menunjukkan sikap yang lebih hati-hati. Ketua I Gaikindo, Jongkie D. Sugiarto, pada September lalu, mengisyaratkan adanya kemungkinan revisi target penjualan mobil nasional untuk tahun 2025. Hal ini tidak lepas dari tren pasar yang cenderung menurun dan melemahnya daya beli masyarakat.
"Ya belum [revisi]. Kita lihat lah nanti, kalau memang diperlukan revisi, ya revisi," kata Jongkie. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Gaikindo sedang memantau dengan seksama perkembangan pasar dan tidak menutup kemungkinan untuk menurunkan ekspektasi. Mereka mengakui adanya tantangan berat yang harus dihadapi para produsen.
Tantangan Ekonomi dan Daya Beli Masyarakat
Jongkie menambahkan bahwa tantangan cukup berat bagi para produsen anggota Gaikindo untuk mengejar target di bulan-bulan terakhir tahun ini. Faktor utama yang menjadi perhatian adalah melemahnya daya beli masyarakat akibat tekanan ekonomi. Inflasi, suku bunga tinggi, dan ketidakpastian ekonomi global membuat konsumen lebih berhati-hati dalam melakukan pembelian besar seperti mobil.
"Kalau satu tahun penuh (2025) bisa 750 ribu unit-800 ribu unit, itu yang mungkin realistis. Mungkin segitu," ujarnya. Angka ini jauh di bawah target awal 900 ribu unit, menunjukkan bahwa Gaikindo lebih condong pada proyeksi yang lebih konservatif. Mereka melihat realita pasar dan kemampuan konsumen sebagai faktor dominan yang tidak bisa diabaikan.
Siapa yang Akan Benar? Prediksi Akhir Tahun yang Penuh Teka-teki
Dengan dua pandangan yang kontras ini, industri otomotif Indonesia berada di persimpangan jalan. Apakah optimisme Suzuki akan terbukti benar, didorong oleh "peak season" akhir tahun dan strategi merek yang agresif? Atau justru Gaikindo yang lebih realistis dengan proyeksi revisi targetnya, mempertimbangkan tantangan ekonomi dan daya beli yang melemah?
Tiga bulan terakhir tahun 2025 akan menjadi penentu. Hasil penjualan di November dan Desember akan menjadi barometer sesungguhnya. Bagi konsumen, ini mungkin berarti peluang untuk mendapatkan penawaran terbaik. Bagi industri, ini adalah pertaruhan besar yang akan menentukan arah kebijakan dan strategi di tahun berikutnya. Siapa yang akan tersenyum di akhir tahun? Kita tunggu saja.




 
							













