Gelombang protes besar-besaran mengguncang ibu kota Turki, Ankara, pada Senin (15/9/2025). Sekitar 50 ribu warga turun ke jalan memadati Lapangan Tandogan, menyuarakan kemarahan mereka terhadap persidangan yang dinilai bermuatan politis. Kasus hukum ini menargetkan pemimpin partai oposisi utama, Partai Rakyat Republik (CHP), Ozgur Ozel, dengan tuduhan kecurangan suara saat kongres partai.
Para pengunjuk rasa, yang didominasi oleh bendera Turki dan potret pendiri republik, Mustafa Kemal Ataturk, bersatu menentang apa yang mereka se sebut sebagai "kudeta yudisial." Mereka khawatir persidangan ini akan membatalkan hasil kongres yang sah dan menggulingkan Ozel dari posisinya sebagai ketua umum. Situasi ini memicu kekhawatiran serius tentang masa depan demokrasi di negara tersebut.
Latar Belakang Kasus: Mengapa Ozgur Ozel Digugat?
Ozgur Ozel terpilih sebagai ketua umum CHP pada kongres partai November 2023. Kemenangannya saat itu dianggap sebagai angin segar bagi oposisi, mengalahkan pemimpin sebelumnya dalam pertarungan yang sengit. Namun, tak lama setelah itu, muncul gugatan yang menuduh adanya manipulasi suara selama kongres tersebut.
Penggugat mengklaim bahwa proses pemilihan Ozel tidak sah dan penuh kecurangan. Jika tuduhan ini terbukti di pengadilan, maka hasil kongres bisa dibatalkan, dan Ozel akan kehilangan jabatannya. Ini bukan sekadar sengketa internal partai, melainkan sebuah kasus yang telah menarik perhatian nasional dan memicu reaksi keras dari berbagai kalangan.
Gelombang Protes di Lapangan Tandogan: Suara Rakyat yang Membangkang
Lapangan Tandogan di Ankara berubah menjadi lautan manusia. Puluhan ribu warga dari berbagai latar belakang berkumpul, menunjukkan solidaritas mereka terhadap CHP dan Ozgur Ozel. Wakil Ketua CHP, Murat Bakan, menegaskan bahwa jumlah massa mencapai 50 ribu orang, sebuah angka yang menunjukkan skala ketidakpuasan publik.
Mereka tidak hanya mengibarkan bendera nasional, tetapi juga mengenakan kaus bergambar Mustafa Kemal Ataturk, simbol sekularisme dan pendiri Turki modern. Ini adalah gestur kuat yang menunjukkan bahwa mereka melihat kasus ini sebagai ancaman terhadap nilai-nilai dasar republik yang telah diperjuangkan Ataturk. Teriakan "Erdogan mundur!" menggema di seluruh lapangan, menandakan bahwa kemarahan mereka tertuju langsung pada pemerintahan yang berkuasa.
Pidato Ozgur Ozel: Melawan ‘Kudeta Yudisial’
Dalam pidatonya yang berapi-api, Ozgur Ozel tidak ragu menyebut kasus hukum ini sebagai "kudeta yudisial" yang dilancarkan terhadapnya dan partainya. Ia menuding pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak menginginkan demokrasi sejati. Menurutnya, pemerintah tahu bahwa mereka tidak akan memenangkan pemilu jika proses demokrasi berjalan adil dan transparan.
"Pemerintah ini tidak menginginkan keadilan," ujar Ozel dengan tegas, dikutip dari AFP. "Mereka tahu jika ada keadilan, mereka tidak akan bisa menutupi kejahatan mereka." Ia menambahkan bahwa kasus ini sepenuhnya politis dan tuduhannya adalah fitnah belaka. Ozel bersumpah akan melawan upaya pembungkaman demokrasi ini dengan segenap kekuatan.
Ozel juga menyinggung bagaimana pemerintah cenderung menargetkan siapa pun yang menjadi ancaman demokrasi bagi mereka. Ia secara langsung menantang Presiden Erdogan, "Erdogan, pernahkah Anda melihat Lapangan Tandogan seperti ini?" Pertanyaan retoris ini menyoroti besarnya dukungan rakyat yang berkumpul, sebuah pesan kuat kepada pemimpin negara.
Analisis Politik: Upaya Pembungkaman Oposisi?
Para pengamat politik lokal di Turki secara luas menilai kasus hukum ini sebagai upaya bermotif politik. Mereka melihatnya sebagai strategi untuk melemahkan partai politik tertua di Turki, CHP, yang belakangan ini menunjukkan peningkatan elektabilitas yang signifikan. Dalam berbagai jajak pendapat, popularitas CHP terus menanjak, bahkan meraih kemenangan besar atas Partai AKP yang dipimpin Erdogan di beberapa wilayah.
Peningkatan elektabilitas oposisi ini diduga menjadi alasan utama di balik "serangan" hukum ini. Pemerintah dituduh menggunakan sistem peradilan sebagai alat untuk menyingkirkan lawan politik yang semakin kuat, alih-alih bersaing secara sehat melalui pemilihan umum. Ini menciptakan preseden berbahaya bagi iklim demokrasi di Turki.
Jika pengadilan memutuskan untuk membatalkan hasil kongres CHP, dampaknya akan sangat besar. Tidak hanya akan mengguncang stabilitas internal partai oposisi, tetapi juga akan mengirimkan sinyal menakutkan kepada seluruh kekuatan oposisi di Turki. Ini bisa diartikan sebagai pesan bahwa setiap upaya untuk menantang kekuasaan yang ada akan dihadapi dengan segala cara, termasuk melalui jalur hukum yang kontroversial.
Masa Depan Demokrasi Turki: Apa yang Dipertaruhkan?
Kasus persidangan Ozgur Ozel dan gelombang protes yang menyertainya menjadi cerminan dari ketegangan politik yang mendalam di Turki. Ini adalah pertarungan antara kekuatan yang ingin mempertahankan status quo dan mereka yang mendambakan perubahan serta demokrasi yang lebih inklusif. Apa yang dipertaruhkan di sini bukan hanya jabatan seorang ketua partai, melainkan prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri.
Keputusan pengadilan dalam kasus ini akan memiliki implikasi jangka panjang bagi lanskap politik Turki. Jika hasil kongres dibatalkan, hal itu bisa memicu krisis politik yang lebih besar dan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi peradilan. Sebaliknya, jika pengadilan menolak gugatan tersebut, itu akan menjadi kemenangan moral bagi oposisi dan sinyal bahwa upaya "kudeta yudisial" tidak berhasil.
Situasi ini menempatkan Turki di persimpangan jalan. Apakah negara ini akan terus bergerak menuju sistem yang lebih terkonsolidasi di bawah satu kekuatan, ataukah suara rakyat dan prinsip demokrasi akan berhasil mempertahankan ruangnya? Dunia internasional akan terus memantau dengan seksama perkembangan di Ankara, karena apa yang terjadi di Turki memiliki resonansi yang jauh melampaui batas-batas negaranya.


















