banner 728x250

Gawat! Indonesia Terancam Tenggelam Lebih Cepat dari Prediksi, Ini 3 Penyebab Utamanya!

gawat indonesia terancam tenggelam lebih cepat dari prediksi ini 3 penyebab utamanya portal berita terbaru
banner 120x600
banner 468x60

Bayangkan, Indonesia, negara kepulauan yang kita cintai, ternyata berpotensi tenggelam lebih cepat dari perkiraan banyak orang. Bukan hanya karena ancaman perubahan iklim global yang sering kita dengar, tapi ada kombinasi faktor lain yang membuat situasi ini jauh lebih kompleks dan mendesak. Fakta mengejutkan ini diungkap langsung oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati.

Menurut Dwikorita, Indonesia menghadapi tantangan ganda. Selain kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim, pulau-pulau kita juga secara tektonik mengalami penurunan. Kecepatan penurunan atau kenaikan muka air laut ini bahkan bisa mencapai lebih dari 4 sentimeter per tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata global, dan ini berarti kita punya waktu yang lebih singkat untuk bertindak.

banner 325x300

Mengapa Indonesia Lebih Parah? Kombinasi Tiga Ancaman

Situasi Indonesia memang unik dan lebih parah dibandingkan negara lain. Ada tiga faktor utama yang saling berinteraksi dan mempercepat potensi tenggelamnya wilayah-wilayah di Indonesia. Memahami ketiga faktor ini adalah langkah pertama untuk mencari solusi yang tepat.

1. Perubahan Iklim: Musuh Tak Kasat Mata

Perubahan iklim adalah isu global yang dampaknya sudah sangat terasa. Pemanasan global menyebabkan es di kutub mencair dan air laut memuai, yang pada akhirnya meningkatkan volume air laut secara keseluruhan. Ini adalah ancaman yang dihadapi semua negara pesisir di dunia.

Namun, bagi Indonesia, dampaknya terasa lebih intens. Kenaikan muka air laut bukan hanya mengancam kota-kota pesisir, tapi juga mengikis pulau-pulau kecil dan ekosistem vital seperti hutan bakau. Jika tidak ada tindakan serius, banyak wilayah yang kini kita kenal bisa saja hilang ditelan ombak dalam beberapa dekade ke depan.

2. Aktivitas Tektonik: Bumi yang Terus Bergerak

Indonesia terletak di Cincin Api Pasifik, sebuah zona yang sangat aktif secara geologis. Ini berarti lempeng-lempeng tektonik di bawah permukaan bumi terus bergerak dan saling bertumbukan. Pergerakan lempeng ini tidak hanya menyebabkan gempa bumi dan gunung meletus, tetapi juga memengaruhi elevasi daratan.

Beberapa wilayah di Indonesia secara alami mengalami penurunan tanah akibat aktivitas tektonik ini. Penurunan ini bisa terjadi secara perlahan dan terus-menerus, menambah parah efek kenaikan muka air laut. Jadi, bukan hanya air laut yang naik, tapi daratan kita juga ikut turun, membuat ancaman tenggelam menjadi berlipat ganda.

3. Infrastruktur Usang: Warisan Masa Lalu yang Jadi Beban

Faktor ketiga yang tidak kalah penting adalah masalah infrastruktur dan tata kelola lahan yang kurang optimal. Dwikorita menyoroti bahwa banyak infrastruktur penting, seperti bendungan, didesain pada tahun 1950-an atau 1960-an. Pada masa itu, variabel perubahan iklim belum menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan.

Akibatnya, infrastruktur yang ada saat ini seringkali tidak mampu menahan atau mengelola dampak cuaca ekstrem dan perubahan iklim yang semakin parah. Pengelolaan lahan dan sumber daya air yang buruk, termasuk eksploitasi air tanah berlebihan, juga mempercepat penurunan muka tanah di banyak kota. Ini adalah masalah internal yang sebenarnya bisa kita kendalikan.

Ancaman Nyata di Depan Mata: Jakarta dan Kota Pesisir Lainnya

Riset yang dirilis oleh Nature Communication pada Oktober 2019 telah jauh-jauh hari memperingatkan tentang ancaman ini. Penelitian tersebut memprediksi bahwa sejumlah negara, termasuk Indonesia, akan tenggelam pada tahun 2050. Permukaan laut diperkirakan akan naik sekitar 30 hingga 50 sentimeter.

Lebih dari 150 juta orang di seluruh dunia saat ini tinggal di wilayah dengan ketinggian di bawah permukaan laut. Jakarta, ibu kota kita, menjadi salah satu kota yang paling rentan dan diperkirakan akan tenggelam. Selain Jakarta, kota-kota pesisir lain di Indonesia juga menghadapi nasib serupa, mengancam jutaan jiwa dan perekonomian nasional.

Apa yang Bisa Kita Lakukan? Adaptasi dan Mitigasi Mendesak

Melihat urgensi situasi ini, Dwikorita Karnawati menekankan pentingnya respons cepat melalui adaptasi dan mitigasi. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi harus dilakukan secara gotong royong oleh berbagai pihak, mulai dari masyarakat, akademisi, sektor swasta, hingga lembaga swadaya masyarakat.

Adaptasi berarti menyesuaikan diri dengan dampak yang sudah terjadi atau yang tidak bisa dihindari. Contohnya, membangun tanggul laut, mengembangkan varietas tanaman yang tahan banjir, atau bahkan merelokasi penduduk dari daerah yang sangat rentan. Sementara itu, mitigasi adalah upaya untuk mengurangi penyebab perubahan iklim, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca.

Tata Kelola Lahan dan Air: Kunci Utama Penyelamatan

Salah satu aspek krusial yang harus segera dibenahi adalah tata kelola lahan dan sumber daya air. Dwikorita menyebutkan bahwa kedua variabel ini harus dikelola dengan sangat baik. Pengelolaan yang buruk, seperti pembangunan di daerah resapan air atau eksploitasi air tanah yang berlebihan, akan memperparah penurunan muka tanah dan meningkatkan risiko bencana.

Pemerintah daerah dan pusat perlu bekerja sama untuk membuat kebijakan tata ruang yang berkelanjutan. Ini termasuk melindungi kawasan hutan dan daerah resapan air, serta memastikan penggunaan air tanah dilakukan secara bijak dan terkontrol. Revitalisasi sungai dan pembangunan infrastruktur hijau juga menjadi bagian penting dari solusi ini.

Kebijakan Berbasis Sains: Langkah Konkret untuk Masa Depan

Dwikorita juga menekankan bahwa kebijakan yang diambil harus berbasis sains atau "science-based policy". Ini berarti setiap keputusan terkait penanganan perubahan iklim, tata kelola air, hingga ketahanan pangan dan energi, harus didasarkan pada data ilmiah yang akurat dan rekomendasi dari para ahli.

Infrastruktur masa depan, seperti bendungan atau sistem drainase, harus didesain dengan mempertimbangkan skenario perubahan iklim. Data curah hujan ekstrem, pola pasang surut, dan potensi penurunan tanah harus menjadi dasar perencanaan. Dengan begitu, kita bisa membangun infrastruktur yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Waktu Terus Berjalan, Masa Depan di Tangan Kita

Ancaman tenggelamnya wilayah Indonesia bukanlah isapan jempol belaka. Ini adalah realitas yang harus kita hadapi dengan serius dan tindakan nyata. Gotong royong, kebijakan berbasis sains, serta tata kelola lingkungan yang baik adalah kunci untuk menyelamatkan masa depan negara kita.

Jika kita tidak bertindak sekarang, bukan hanya generasi mendatang yang akan menanggung akibatnya, tapi kita sendiri pun akan merasakan dampaknya dalam waktu dekat. Mari bersama-sama menjaga bumi pertiwi ini, demi keberlangsungan hidup kita dan anak cucu kita.

banner 325x300