Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid baru-baru ini menyuarakan sebuah fakta yang mungkin luput dari perhatian banyak orang. Dalam Upacara Peringatan Hari Bhakti Postel ke-80 di Museum Pos Indonesia, Bandung, Sabtu (27/9), ia tak hanya mengenang perjuangan pahlawan, tetapi juga menyingkap "pekerjaan rumah" besar bangsa ini. Perjuangan merebut kemerdekaan komunikasi 80 tahun lalu ternyata masih relevan dengan tantangan digitalisasi yang kita hadapi sekarang.
Sejarah di Balik Kedaulatan Komunikasi
Pernahkah kamu membayangkan bagaimana kabar kemerdekaan Indonesia bisa tersebar ke seluruh dunia? Tepat 80 tahun yang lalu, pada 27 September 1945, hanya beberapa pekan setelah proklamasi, Angkatan Muda Pos, Telegraf, dan Telepon (AMPTT) di Bandung berhasil merebut kantor pos telegraf dan telepon dari tangan penjajah. Ini adalah momen heroik yang menjadi tonggak sejarah.
Dari tempat bersejarah inilah, telegram pertama tentang kemerdekaan Indonesia disebarkan ke dunia. Momen krusial ini membuktikan bahwa Indonesia bukan hanya merdeka secara politik, tetapi juga berdaulat dalam komunikasinya. Sejak saat itu, tanggal 27 September diperingati sebagai Hari Bhakti Postel, sebuah hari yang menjadi kesaksian bagi dunia internasional tentang eksistensi bangsa kita.
Menyingkap Jurang Digital: Ribuan Desa Masih Terisolasi
Meutya Hafid mengingatkan kita bahwa kedaulatan komunikasi adalah bagian tak terpisahkan dari kedaulatan bangsa. Prinsip ini, menurutnya, tidak berubah di era digital saat ini, bahkan justru semakin mendesak untuk ditegakkan. Lalu, apa kaitannya dengan kondisi terkini?
Menkomdigi mengungkap sebuah fakta yang cukup mengejutkan: masih ada ribuan desa di Indonesia yang belum tersentuh koneksi internet. Bayangkan, di tengah gempuran informasi dan kemudahan akses digital, sebagian saudara kita masih terisolasi dari dunia maya. Ini adalah sebuah jurang digital yang nyata.
Secara spesifik, Meutya menyebutkan ada 2.333 desa di Indonesia yang sama sekali belum memiliki koneksi internet. Tak hanya itu, 2.017 desa lainnya belum mendapatkan layanan 4G, padahal jaringan ini sudah menjadi standar dasar di banyak wilayah. Bahkan, ada 316 desa yang mayoritas berupa ladang non-pemukiman yang juga sangat membutuhkan konektivitas.
Angka-angka ini bukan sekadar statistik; ini adalah potret nyata ketimpangan yang bisa menghambat kemajuan. Bagaimana mungkin sebuah bangsa bisa bersaing di era digital jika sebagian besar warganya masih tertinggal? Ini adalah pekerjaan rumah bersama yang harus segera diselesaikan.
Mengapa Konektivitas Adalah Kedaulatan?
Di era modern ini, konektivitas internet bukan lagi sekadar kemewahan, melainkan kebutuhan dasar. Akses internet membuka pintu menuju pendidikan yang lebih baik, peluang ekonomi yang lebih luas, dan akses informasi yang krusial. Tanpa itu, masyarakat desa akan kesulitan mengakses layanan publik, informasi kesehatan, atau bahkan peluang bisnis digital.
Kedaulatan komunikasi di era digital berarti kemampuan sebuah bangsa untuk mengontrol dan mengamankan infrastruktur komunikasinya sendiri. Ini juga berarti memastikan setiap warga negara memiliki akses yang setara terhadap informasi dan teknologi. Jika ribuan desa masih terputus, maka kedaulatan digital kita masih rapuh.
Tantangan di era digital jauh lebih kompleks dibandingkan 80 tahun lalu. Ancaman siber, disinformasi, hingga dominasi platform asing menjadi isu yang harus dihadapi. Oleh karena itu, memastikan seluruh wilayah terhubung adalah langkah fundamental untuk membangun pertahanan digital yang kuat.
Kolaborasi Menuju Indonesia Digital: Bukan Sekadar Angka
Meskipun tantangannya besar, Menkomdigi optimis bahwa target ini bisa dicapai jika semua pihak berkolaborasi. Saat ini, cakupan konektivitas telekomunikasi di Indonesia berada di angka 80 persen. Angka ini menunjukkan bahwa kita sudah berada di jalur yang benar, namun 20 persen sisanya adalah bagian yang paling sulit.
Meutya Hafid mengajak seluruh elemen bangsa, mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat, untuk bergandengan tangan. Pembangunan infrastruktur telekomunikasi bukan hanya tugas Kementerian Kominfo, tetapi juga membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa.
Mendorong konektivitas ke masyarakat yang belum terjangkau memang bukan pekerjaan mudah, namun bukan berarti mustahil. Dengan semangat gotong royong dan komitmen yang kuat, Indonesia bisa mencapai target konektivitas 100 persen. Ini bukan hanya tentang membangun menara atau membentangkan kabel, tetapi tentang membangun harapan dan kesempatan bagi jutaan orang.
Digitalisasi: Mesin Pendorong Ekonomi Nasional
Pembangunan telekomunikasi adalah bagian integral dari strategi besar bangsa Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional 8 persen. Meutya Hafid menekankan bahwa kontribusi dari bidang digitalisasi sangat krusial untuk mewujudkan ambisi ini. Konektivitas adalah fondasi bagi pertumbuhan ekonomi digital.
Setiap menara telekomunikasi yang terbangun, setiap kabel serat optik yang dibentangkan, dan setiap desa yang berhasil terhubung internet adalah pondasi nyata. Mereka bukan hanya menghubungkan orang, tetapi juga membuka peluang e-commerce, pendidikan daring, layanan kesehatan digital, dan inovasi di berbagai sektor. Ekonomi digital yang kuat akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat desa yang terhubung internet dapat memasarkan produk lokal mereka ke pasar yang lebih luas, mengakses pelatihan keterampilan, dan berpartisipasi dalam ekonomi digital. Ini adalah katalisator perubahan yang dapat mengangkat perekonomian daerah dan secara kolektif mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Tanpa konektivitas yang merata, potensi ekonomi digital Indonesia tidak akan bisa terealisasi sepenuhnya.
Masa Depan Indonesia di Ujung Jari Kita
Peringatan Hari Bhakti Postel ke-80 ini bukan hanya sekadar seremoni mengenang masa lalu. Ini adalah momentum refleksi dan panggilan untuk bertindak di masa kini. Perjuangan para pahlawan komunikasi di tahun 1945 untuk merebut kedaulatan komunikasi harus kita lanjutkan di era digital ini.
Masa depan Indonesia yang berdaulat secara digital, maju secara ekonomi, dan merata dalam akses teknologi, ada di tangan kita semua. Dengan kolaborasi, komitmen, dan visi yang jelas, kita bisa memastikan bahwa tidak ada lagi desa yang terisolasi. Mari bersama-sama membangun Indonesia yang benar-benar terhubung dan berdaulat di setiap lini kehidupan.


















