banner 728x250

Drama PPP Memanas: Kemenkumham Turun Tangan, Siapa Ketua Umum yang Sah Secara Hukum?

drama ppp memanas kemenkumham turun tangan siapa ketua umum yang sah secara hukum portal berita terbaru
banner 120x600
banner 468x60

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali menjadi sorotan publik setelah Muktamar X yang seharusnya menjadi ajang konsolidasi justru menyisakan perpecahan. Dua kubu yang berbeda pandangan muncul, masing-masing mengklaim dukungan terhadap calon ketua umum yang mereka anggap paling sah. Konflik internal ini tentu saja mengancam soliditas partai berlambang Ka’bah tersebut di tengah persiapan menuju kontestasi politik mendatang.

Situasi yang tak kunjung mereda ini akhirnya membuat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) harus turun tangan. Sebuah Surat Keputusan (SK) pun diterbitkan, mengesahkan Muhamad Mardiono sebagai Ketua Umum DPP PPP untuk periode 2025-2030. Keputusan ini diharapkan menjadi titik terang di tengah keruhnya polemik yang terjadi.

banner 325x300

SK Kemenkumham: Penentu Arah PPP?

Pakar Hukum Administrasi Negara, Ricca Anggraeni, menegaskan bahwa keluarnya SK Kemenkumham ini seharusnya menjadi jawaban final untuk mengakhiri segala perdebatan. Menurutnya, keputusan menteri memiliki kekuatan hukum yang bersifat final dan mengikat. Ini berarti, secara hukum, pihak yang dimenangkan oleh keputusan tersebut adalah kepengurusan yang sah.

Ricca menjelaskan, keputusan menteri tidak diambil secara sembarangan. Pasti ada pertimbangan komprehensif yang melandasinya, termasuk pemeriksaan terhadap proses Muktamar dan kesesuaian dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Selama pengambilan keputusan itu memenuhi syarat sah, maka secara otomatis mengikat bagi semua pihak yang terdampak.

Ruang Hukum Bagi yang Keberatan

Meskipun keputusan menteri bersifat final dan mengikat, Ricca Anggraeni juga mengingatkan bahwa pihak-pihak yang merasa keberatan masih memiliki ruang untuk menempuh jalur hukum. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah wadah yang tepat untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan administrasi pemerintahan. Ini adalah hak konstitusional setiap warga negara atau badan hukum.

Namun, ada satu hal penting yang perlu diperhatikan sebelum melangkah ke PTUN. Ricca mewanti-wanti agar pihak yang menggugat memastikan terlebih dahulu apakah persoalan yang muncul merupakan sengketa internal partai politik atau murni objek sengketa administrasi pemerintahan. Membedakan keduanya sangat krusial agar gugatan tidak sia-sia.

Sengketa Internal vs. Sengketa Administrasi

Perbedaan antara sengketa internal partai politik dan sengketa administrasi pemerintahan memiliki implikasi hukum yang besar. Ricca menjelaskan, jika permasalahan yang ada tergolong sengketa internal partai politik, biasanya hakim PTUN akan lebih mendorong penyelesaian secara internal. Pengadilan cenderung tidak ingin terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangga partai.

Sebaliknya, jika gugatan tersebut murni mengenai objek sengketa administrasi pemerintahan—misalnya, ada cacat prosedur atau substansi dalam penerbitan SK Kemenkumham—maka PTUN akan memprosesnya lebih lanjut. Kesalahan dalam menentukan objek sengketa bisa berakibat fatal, membuat upaya hukum yang ditempuh menjadi tidak efektif dan membuang-buang energi.

Prinsip Hukum Administrasi Negara: Praduga Rechtmatig

Dalam hukum administrasi negara, berlaku asas praduga rechtmatig atau presumption lustae causa. Asas ini berarti bahwa setiap keputusan pejabat tata usaha negara dianggap sah dan benar secara hukum sampai ada pembatalan dari peradilan yang berwenang. Ini adalah prinsip dasar untuk menjaga kepastian hukum dan stabilitas pemerintahan.

Dengan demikian, penolakan-penolakan atau klaim tandingan yang muncul dari kubu lain tidak serta-merta membatalkan SK Kemenkumham tersebut. Keputusan itu tetap berlaku dan mengikat sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya. Ini menegaskan bahwa polemik politik tidak bisa serta-merta mengesampingkan kekuatan hukum sebuah keputusan administrasi.

Prioritaskan Konstitusi, Bukan Obsesi Politik

Ricca Anggraeni berharap tidak ada langkah yang terbuang sia-sia hanya karena terlalu obsesi pada kekuasaan, padahal salah menentukan objek sengketa. Ia mendorong agar PPP, sebagai organisasi yang menjunjung tinggi konstitusi, harus tunduk pada prinsip-prinsip negara hukum, bukan sekadar pertimbangan politik sesaat.

Adalah hal yang biasa jika ada pro dan kontra dalam setiap keputusan. Namun, ketika menyangkut hubungan dengan pemerintah dan sudah diputuskan oleh pejabat yang berwenang, maka tidak ada lagi ruang untuk polemik berkepanjangan. Keputusan tersebut harus dianggap benar secara hukum sampai ada pembuktian sebaliknya di pengadilan.

Menatap Pemilu 2029: Saatnya Bersatu

Daripada terus-menerus larut dalam polemik internal yang menguras energi, Ricca Anggraeni menyarankan agar seluruh elemen PPP lebih baik menghormati keputusan pemerintah. Ini adalah momen krusial bagi partai untuk menyatukan seluruh kekuatan dan fokus menghadapi Pemilu 2029. Perpecahan hanya akan melemahkan posisi partai di mata pemilih.

Masa depan PPP sangat bergantung pada kemampuan para kadernya untuk mengesampingkan ego dan mengutamakan kepentingan partai yang lebih besar. Dengan soliditas dan kepemimpinan yang jelas, PPP bisa kembali menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu kekuatan politik penting di Indonesia. Waktu terus berjalan, dan rakyat menanti kontribusi nyata, bukan drama yang tak berujung.

banner 325x300