Fenomena penggunaan sirene dan rotator ilegal di jalan raya seolah menjadi pemandangan lumrah yang kerap memicu kemacetan dan rasa kesal. Banyak pengendara, bahkan tak jarang oknum yang merasa memiliki hak istimewa, seenaknya saja memasang lampu strobo atau membunyikan sirene untuk membelah kemacetan. Namun, era "privilege" semacam itu tampaknya mulai berakhir.
Kepolisian Republik Indonesia, melalui Korlantas Polri, menegaskan tidak akan pandang bulu dalam menindak para pelanggar. Sejak tahun 2021 hingga 2025, ribuan kendaraan bermotor telah dijaring dan ditindak tegas. Ini adalah bukti nyata komitmen aparat untuk menciptakan ketertiban di jalan.
Aksi Tegas Korlantas: Ribuan Pelanggar Terjaring
Brigjen Faizal, selaku Dirgakkum Korlantas Polri, secara gamblang menyatakan bahwa penindakan terhadap penyalahgunaan sirene dan rotator bukanlah isapan jempol belaka. Data yang mereka miliki menunjukkan angka yang cukup fantastis, yakni 2.062 pelanggar yang telah ditindak selama kurun waktu empat tahun terakhir. Angka ini mencerminkan betapa masifnya pelanggaran yang terjadi.
"Jadi catatan kami dari 2021-2025 kita sudah menindak itu kurang lebih 2.062 pelanggar. Jadi sebenarnya kami sudah melakukan penindakan," ujar Brigjen Faizal, seperti dikutip pada Jumat (3/10/2025). Pernyataan ini sekaligus menepis anggapan bahwa polisi hanya menindak sesekali atau pilih-pilih dalam penegakan hukum.
Penindakan ini dilakukan secara konsisten di berbagai wilayah, menyasar siapa saja yang kedapatan menggunakan perangkat tersebut tanpa hak. Ini adalah langkah progresif untuk mengembalikan fungsi jalan sebagai ruang publik yang harus dihormati oleh semua pengguna, bukan hanya segelintir orang.
Bukan Hanya Warga Biasa, Pejabat Pun Tak Luput!
Yang menarik dari data penindakan ini adalah fakta bahwa tidak hanya masyarakat umum yang menjadi sasaran. Brigjen Faizal secara terbuka mengakui bahwa di antara ribuan pelanggar tersebut, terdapat pula oknum pejabat yang turut terjaring. Ini menjadi sorotan penting, mengingat pejabat seharusnya menjadi contoh dalam mematuhi aturan.
"Campur, pejabat ada, masyarakat juga ada. Karena mereka merasa mungkin punya agak pede-pede dikit," ungkap Brigjen Faizal. Pernyataan ini mengindikasikan adanya mentalitas "merasa punya hak istimewa" yang masih melekat pada sebagian kalangan, termasuk di lingkungan pejabat. Mereka seolah merasa bisa melewati batas aturan yang berlaku bagi orang lain.
Namun, Korlantas Polri menegaskan bahwa jalan raya adalah ruang untuk berempati dan saling menghargai. Tidak ada tempat bagi arogansi atau penggunaan "privilege" yang merugikan pengguna jalan lain. Penindakan terhadap pejabat ini mengirimkan pesan kuat bahwa hukum berlaku untuk semua, tanpa terkecuali status sosial atau jabatan.
Aturan Jelas, Sanksi Tegas: Jangan Main-main!
Penggunaan sirene dan rotator sebenarnya telah diatur secara gamblang dalam perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menjadi payung hukum utama yang mengatur hal ini. Sebelumnya, aturan serupa juga tercantum dalam UU Nomor 14 Tahun 1992.
Pasal 287 ayat 4 UU LLAJ secara spesifik mengatur sanksi bagi pelanggar. Mereka yang kedapatan menyalahgunakan sirene atau rotator akan dijerat dengan sanksi tilang. Denda yang dikenakan tidak main-main, yaitu sebesar Rp250 ribu, atau kurungan penjara selama satu bulan.
Selain denda dan kurungan, ada satu lagi sanksi yang tak kalah penting: perangkat sirene dan rotator ilegal tersebut wajib dicopot di tempat. Ini adalah tindakan tegas untuk memastikan bahwa pelanggaran tidak terulang dan perangkat ilegal tersebut tidak lagi digunakan di jalan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu memberikan efek jera bagi para pelanggar.
Kendaraan Dinas vs. Kendaraan "Preman": Mana yang Boleh?
Masyarakat seringkali bingung membedakan antara penggunaan sirene dan rotator yang sah dan yang ilegal. Brigjen Faizal menjelaskan dengan gamblang bahwa penggunaan strobo dan sirene hanya diperbolehkan untuk kendaraan dinas kepolisian atau kendaraan lain yang diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.
"Masyarakat kalau melihat kendaraan dinas seperti yang saya pakai, menggunakan rotator atau sirene, itu tidak masalah. Karena memang fungsinya untuk kepentingan dinas," kata Faizal. Kendaraan dinas kepolisian, ambulans, pemadam kebakaran, atau kendaraan penanganan kecelakaan lalu lintas memang memiliki prioritas dan diizinkan menggunakan perangkat tersebut untuk kepentingan darurat.
Namun, masalah muncul ketika "kendaraan preman" atau kendaraan pribadi dengan pelat nomor biasa, ikut-ikutan memasang strobo bahkan sirene. "Tapi yang jadi masalah banyak itu kendaraan ‘preman’, pelat nomornya ‘preman’, pakai strobo bahkan sirene," tegasnya. Inilah yang menjadi target utama penindakan, karena mereka tidak memiliki dasar hukum untuk menggunakan perangkat tersebut.
Untuk memperketat pengawasan, Korlantas bahkan telah mengirimkan surat resmi ke seluruh satuan kerja Polri. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kendaraan dinas Polri sendiri tidak disalahgunakan di luar peruntukannya. Ini menunjukkan komitmen internal untuk menjadi teladan dalam kepatuhan terhadap aturan.
Dampak dan Harapan: Demi Ketertiban Bersama
Penyalahgunaan sirene dan rotator bukan sekadar pelanggaran kecil. Dampaknya bisa sangat luas, mulai dari mengganggu ketertiban lalu lintas, memicu kecelakaan, hingga menciptakan rasa ketidakadilan di mata masyarakat. Ketika ada yang merasa berhak membelah jalan seenaknya, hal itu merusak tatanan sosial dan memicu kemarahan publik.
Langkah tegas Korlantas Polri ini diharapkan dapat mengembalikan marwah jalan raya sebagai ruang bersama yang harus dihormati. Dengan menindak tegas ribuan pelanggar, termasuk oknum pejabat, polisi ingin menegaskan bahwa tidak ada yang kebal hukum. Semua memiliki kewajiban yang sama untuk mematuhi aturan demi keselamatan dan kenyamanan bersama.
Masyarakat juga diharapkan berperan aktif dengan tidak menggunakan atau membeli perangkat ilegal tersebut. Kesadaran kolektif adalah kunci untuk menciptakan budaya tertib berlalu lintas. Jika semua pihak mematuhi aturan, jalan raya akan menjadi tempat yang lebih aman dan nyaman bagi setiap orang.
Penindakan terhadap 2.062 pelanggar sirene dan rotator, termasuk oknum pejabat, adalah sinyal jelas dari Korlantas Polri. Era di mana "privilege" bisa digunakan untuk melanggar aturan di jalan raya sudah tamat. Hukum berlaku untuk semua, dan ketertiban lalu lintas adalah tanggung jawab kita bersama. Mari dukung upaya kepolisian demi jalanan yang lebih baik.


















