banner 728x250

Kakorlantas Setop Sementara Sirene dan Rotator: Era ‘Tot Tot Wuk Wuk’ Berakhir?

Logo Dewan Pers dengan bintang kompas dan tulisan 'DEWAN PERS' di dinding.
Kakorlantas Polri membekukan sementara penggunaan sirene dan rotator di jalan raya, diharapkan menjadi awal penertiban lalu lintas.
banner 120x600
banner 468x60

Kabar gembira bagi pengguna jalan! Kakorlantas Polri baru saja mengambil langkah tegas yang mungkin akan mengubah wajah lalu lintas kita. Irjen Pol Agus Suryonugroho mengumumkan pembekuan sementara penggunaan sirene dan rotator di jalan raya, sebuah keputusan yang sontak menarik perhatian publik.

Keputusan ini, yang diumumkan pada Sabtu, 20 September 2025, menjadi angin segar di tengah keresahan masyarakat akan penyalahgunaan alat-alat prioritas ini. Banyak yang berharap langkah ini menjadi awal dari penertiban yang lebih serius di jalanan.

banner 325x300

Mengapa Sirene dan Rotator Dibekukan Sementara?

Irjen Pol Agus Suryonugroho menjelaskan bahwa langkah ini bukan pelarangan permanen, melainkan sebuah ‘pembekuan sementara’ untuk evaluasi menyeluruh. Tujuannya jelas: memastikan penggunaan sirene dan strobo benar-benar sesuai prioritas dan kebutuhan mendesak.

Menurut Agus, pengawalan terhadap kendaraan pejabat tertentu tetap bisa dilakukan. Namun, penggunaan sirene dan strobo kini tidak lagi menjadi prioritas utama yang bisa dibunyikan sembarangan tanpa pertimbangan.

"Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh," tegas Irjen Agus Suryo. Ia menambahkan, "Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan."

Respons Atas Aspirasi Masyarakat yang Resah

Langkah berani Kakorlantas ini tidak lepas dari respons positif atas aspirasi masyarakat. Selama ini, banyak keluhan muncul terkait penggunaan sirene dan strobo yang kerap disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak berhak.

Keresahan ini seringkali memicu penolakan dan rasa terganggu di kalangan pengguna jalan lainnya. Kakorlantas melihat ini sebagai momentum untuk menata ulang ketertiban lalu lintas demi kenyamanan bersama.

Fenomena ‘tot tot wuk wuk’ yang seringkali identik dengan arogansi di jalan, kini menjadi sorotan utama. Pembekuan sementara ini diharapkan bisa meredam penyalahgunaan tersebut dan mengembalikan fungsi aslinya.

Pengawalan Tetap Jalan, Tapi dengan Aturan Baru

Meskipun ada pembekuan, Kakorlantas memastikan bahwa fungsi pengawalan tetap berjalan. Ini penting untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat bahwa semua bentuk pengawalan ditiadakan.

Fokus utama adalah pada ‘bagaimana’ sirene dan strobo digunakan, bukan pada ‘apakah’ pengawalan itu sendiri ditiadakan. "Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi," jelas Irjen Agus.

Penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas tinggi dan bersifat mendesak. Ini bukan lagi alat untuk sekadar mempercepat perjalanan atau menunjukkan status.

"Kalau pun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan," ucap Agus. "Sementara ini sifatnya himbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak."

Menuju Aturan yang Lebih Jelas: Evaluasi Menyeluruh UU LLAJ

Saat ini, Korlantas Polri tengah serius menyusun ulang aturan penggunaan sirene dan rotator. Tujuannya adalah untuk mencegah penyalahgunaan dan menciptakan kejelasan hukum yang lebih baik di lapangan.

Penyusunan ulang ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 59 ayat (5). Undang-undang ini sudah secara gamblang mengatur siapa saja yang berhak.

Namun, implementasinya di lapangan seringkali bias dan memicu interpretasi yang salah. Oleh karena itu, penegasan dan sosialisasi ulang menjadi krusial untuk memastikan kepatuhan.

Siapa Saja yang Berhak Menggunakan Lampu Isyarat dan Sirene?

Untuk mengingatkan kembali, UU LLAJ Pasal 59 ayat (5) secara spesifik membagi hak penggunaan lampu isyarat dan sirene berdasarkan warna dan fungsi:

a. Lampu Isyarat Warna Biru dan Sirene: Ini secara eksklusif diperuntukkan bagi kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jadi, hanya polisi yang berhak menggunakan kombinasi ini dalam tugas.

b. Lampu Isyarat Warna Merah dan Sirene: Kategori ini lebih luas, mencakup kendaraan bermotor tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah (PMI), rescue, dan jenazah. Mereka memiliki prioritas tinggi dalam situasi darurat kemanusiaan atau keamanan.

c. Lampu Isyarat Warna Kuning (tanpa Sirene): Warna kuning digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana LLAJ, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, penderek kendaraan, serta angkutan barang khusus. Penting dicatat, kategori ini tidak boleh menggunakan sirene, hanya lampu isyarat.

Dampak dan Harapan Masyarakat

Keputusan Kakorlantas ini diharapkan membawa dampak positif yang signifikan terhadap ketertiban lalu lintas. Masyarakat menaruh harapan besar agar jalanan menjadi lebih adil, aman, dan bebas dari arogansi yang tidak perlu.

Pengurangan penggunaan sirene dan strobo yang tidak pada tempatnya juga bisa mengurangi polusi suara. Ini adalah langkah maju menuju budaya berkendara yang lebih santun dan menghargai sesama pengguna jalan.

Tentu saja, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada penegakan hukum yang konsisten dan sosialisasi yang masif. Tanpa itu, aturan sebagus apapun akan sulit diimplementasikan secara efektif di lapangan.

Pembekuan sementara penggunaan sirene dan rotator oleh Kakorlantas Polri adalah sebuah sinyal kuat. Ini menunjukkan komitmen untuk menertibkan lalu lintas dan merespons suara masyarakat yang mendambakan keadilan di jalan.

Meskipun sifatnya sementara, evaluasi menyeluruh yang sedang dilakukan diharapkan akan melahirkan regulasi yang lebih tegas dan jelas. Sehingga, era ‘tot tot wuk wuk’ yang sembarangan benar-benar bisa berakhir. Mari kita nantikan bersama bagaimana wajah lalu lintas Indonesia akan berubah setelah penataan ulang aturan ini. Apakah ini awal dari jalanan yang lebih tertib dan berkeadilan?

banner 325x300