banner 728x250

Bisnis Helm Lokal Merana: Cuma Buat Hindari Tilang, Keselamatan Jadi Nomor Dua?

bisnis helm lokal merana cuma buat hindari tilang keselamatan jadi nomor dua portal berita terbaru
banner 120x600
banner 468x60

IMOS 2025 menjadi saksi bisu realita pahit industri helm di Indonesia. Di tengah gemerlap pameran motor yang menjanjikan inovasi dan penjualan fantastis, ada suara-suara sumbang dari produsen lokal yang mengungkapkan kekhawatiran mendalam. Bisnis helm kini dihadapkan pada tantangan besar, bukan hanya soal persaingan, melainkan juga perubahan perilaku konsumen yang mengkhawatirkan.

Situasi ekonomi yang goyah disebut-sebut sebagai biang keladi utama. Daya beli masyarakat yang menurun drastis membuat prioritas pembelian bergeser, bahkan untuk alat keselamatan sepenting helm. Mirisnya, fungsi utama helm sebagai pelindung kepala kini seolah tergeser oleh satu tujuan pragmatis: menghindari tilang polisi di jalan.

banner 325x300

Daya Beli Masyarakat Anjlok, Bisnis Helm Ikut Terpukul

Kondisi perekonomian domestik yang kurang stabil telah menciptakan efek domino yang meresahkan. Inflasi yang merangkak naik dan ketidakpastian ekonomi global membuat banyak keluarga harus memutar otak untuk mengelola anggaran rumah tangga mereka. Akibatnya, barang-barang yang dianggap bukan kebutuhan primer, termasuk helm berkualitas, menjadi korban pertama dari pengetatan pengeluaran.

Fenomena ini bukan sekadar asumsi, melainkan pengakuan langsung dari para pelaku industri. PT Jaya Plastik Mandiri (JPX Industries), produsen helm kenamaan seperti JPX, JP, dan JPR, merasakan betul imbasnya. Mereka mendapati bahwa daya beli masyarakat yang melorot telah menggerus angka penjualan secara signifikan, menciptakan tantangan besar bagi keberlangsungan bisnis mereka.

Segmen Menengah Paling Terasa Dampaknya

Dari berbagai kategori harga, segmen helm menengah dengan rentang harga Rp400 ribu hingga Rp1 juta menjadi yang paling terpukul. Konsumen yang sebelumnya loyal pada kualitas dan fitur di segmen ini kini terpaksa berpikir ulang. Mereka yang biasanya memilih helm dengan standar keamanan lebih baik, kini harus berkompromi demi menghemat pengeluaran.

Salomon Manalu, Brand Manager JP Industries, mengungkapkan bahwa segmen menengah ini seolah "hilang" dari pasar. Pergeseran prioritas pembelian ini menunjukkan betapa krusialnya dampak ekonomi terhadap keputusan konsumen. Ini bukan hanya tentang angka penjualan, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat menyesuaikan diri dengan kondisi finansial yang semakin menantang.

Fenomena ‘Asal Gak Ditilang’: Keselamatan Jadi Prioritas Kedua?

Pengakuan mengejutkan datang dari Salomon Manalu saat ditemui di Indonesia Motorcycle Show (IMOS) 2025 pada Kamis (25/9). Ia menyebutkan bahwa alasan utama masyarakat membeli helm kini hanya sebatas agar tidak ditilang polisi. Prioritas terhadap keselamatan berkendara, yang seharusnya menjadi inti dari penggunaan helm, kini tergeser oleh kepatuhan hukum semata.

Fenomena "asal gak ditilang" ini mencerminkan sebuah ironi. Di satu sisi, kesadaran akan pentingnya menggunakan helm secara hukum meningkat, namun di sisi lain, esensi dari penggunaan helm sebagai pelindung nyawa justru terabaikan. Ini adalah sinyal bahaya bagi keselamatan jalan raya dan juga bagi masa depan industri helm yang berkualitas.

Pilihan Konsumen Bergeser ke Helm Murah

Akibatnya, konsumen cenderung beralih ke helm model harga bawah, yakni di bawah Rp400 ribu. Mereka mencari opsi paling ekonomis yang tetap memenuhi syarat formal untuk berkendara di jalan. Ini berarti fitur keamanan tambahan, material berkualitas tinggi, atau desain ergonomis seringkali menjadi pertimbangan sekunder, bahkan diabaikan sama sekali.

Pergeseran ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran serius. Helm dengan harga sangat rendah seringkali memiliki standar keamanan yang minimal, bahkan ada yang tidak memenuhi standar SNI. Jika tren ini terus berlanjut, risiko cedera kepala fatal akibat kecelakaan lalu lintas bisa meningkat drastis, mengancam nyawa pengendara dan membebani sistem kesehatan.

Produsen Helm Lokal Berjuang di Tengah Badai Ekonomi

Bagi produsen helm lokal seperti JPX Industries, situasi ini adalah pertarungan berat. Mereka harus menghadapi dilema antara mempertahankan kualitas produk yang sudah menjadi ciri khas, atau mengikuti tren pasar dengan memproduksi helm yang lebih murah. Keputusan ini tidak mudah, karena menyangkut reputasi merek, loyalitas konsumen, dan kelangsungan bisnis.

Salomon Manalu juga menyoroti bahwa bahkan merek-merek besar yang sebelumnya fokus pada segmen premium kini mulai berbondong-bondong mengeluarkan helm dengan harga di bawah Rp400 ribu. Ini adalah indikasi jelas bahwa tekanan pasar sangat kuat, memaksa seluruh pemain industri untuk menyesuaikan diri dengan realitas daya beli masyarakat yang sedang lesu.

JPX Industries Alami Penurunan Penjualan Drastis

Angka penjualan JPX Industries menjadi bukti nyata betapa parahnya dampak yang mereka alami. Tahun lalu, perusahaan yang memiliki pabrik di Tangerang ini mampu menjual sekitar 240 ribu unit helm dari semua mereknya. Angka tersebut menunjukkan kapasitas produksi dan penetrasi pasar yang cukup baik di segmen menengah.

Namun, data terbaru hingga Agustus tahun ini menunjukkan penurunan yang mengkhawatirkan. Penjualan perusahaan masih di bawah 150 ribu unit, jauh dari target tahunan. Salomon optimistis penjualan hanya akan mentok di angka 180 ribu unit hingga akhir tahun, sebuah penurunan drastis yang mencerminkan tantangan besar yang harus mereka hadapi.

Kontras dengan Penjualan Motor yang Melejit

Ironisnya, kondisi bisnis helm yang seret ini berbanding terbalik dengan penjualan motor baru di Indonesia yang justru melesat. Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menargetkan penjualan 6,4 hingga 6,7 juta unit motor pada tahun ini, sebuah rekor baru pasca pandemi COVID-19. Hingga Agustus 2025, penjualan motor sudah mencapai 4,26 juta unit, memenuhi 66,5 persen dari target terendah.

Paradoks ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa peningkatan penjualan motor tidak diiringi dengan peningkatan penjualan helm berkualitas? Jawabannya mungkin terletak pada fakta bahwa banyak pembeli motor baru yang juga merupakan bagian dari masyarakat dengan daya beli terbatas. Mereka mungkin menggunakan helm lama, atau membeli helm baru yang paling murah hanya untuk memenuhi persyaratan berkendara.

Implikasi Jangka Panjang: Ancaman Keselamatan dan Kualitas Produk

Jika tren ini terus berlanjut, implikasi jangka panjangnya bisa sangat merugikan. Pertama, tentu saja adalah ancaman terhadap keselamatan pengendara motor. Helm yang dibeli hanya untuk menghindari tilang, tanpa mempertimbangkan kualitas dan standar keamanan, tidak akan memberikan perlindungan optimal saat terjadi kecelakaan. Ini bisa berujung pada cedera serius, bahkan kematian.

Kedua, kualitas produk helm di pasaran bisa menurun secara keseluruhan. Ketika produsen dipaksa untuk bersaing di segmen harga sangat rendah, mereka mungkin terpaksa mengurangi biaya produksi dengan mengorbankan kualitas material atau fitur keamanan. Ini akan menciptakan lingkaran setan di mana helm murah dan kurang aman semakin mendominasi pasar.

Pentingnya Edukasi Keselamatan Berkendara

Di tengah kondisi ini, edukasi mengenai pentingnya keselamatan berkendara menjadi semakin krusial. Kampanye yang lebih masif dan efektif perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa helm bukan sekadar aksesori atau syarat hukum, melainkan investasi penting untuk melindungi nyawa. Edukasi harus menyentuh aspek risiko dan konsekuensi dari penggunaan helm yang tidak standar.

Pemerintah, produsen, dan komunitas pengendara motor harus bersinergi untuk mengedukasi masyarakat tentang perbedaan kualitas helm, pentingnya sertifikasi SNI, dan bagaimana memilih helm yang benar-benar aman. Hanya dengan kesadaran yang tinggi, masyarakat akan kembali memprioritaskan keselamatan di atas harga murah.

Strategi Bertahan Industri Helm di Tengah Tantangan

Meski menghadapi tantangan berat, industri helm lokal tidak menyerah begitu saja. Mereka terus mencari strategi untuk bertahan dan beradaptasi. Salah satu cara adalah dengan melakukan inovasi produk yang tetap relevan dengan kebutuhan pasar, namun dengan harga yang lebih kompetitif. Ini bisa berarti mencari material alternatif yang lebih terjangkau namun tetap memenuhi standar keamanan.

Selain itu, diversifikasi produk juga menjadi kunci. Produsen mungkin perlu lebih fokus pada segmen helm premium yang penjualannya masih stabil, atau mengembangkan produk-produk aksesori lain yang berkaitan dengan keselamatan berkendara. Membangun loyalitas merek melalui layanan purna jual yang baik juga bisa menjadi strategi untuk mempertahankan pangsa pasar.

Inovasi dan Penyesuaian Harga Jadi Kunci

Inovasi tidak hanya sebatas pada produk, tetapi juga pada model bisnis. Produsen bisa menjajaki kemitraan strategis, memperluas jaringan distribusi, atau memanfaatkan platform e-commerce untuk menjangkau konsumen secara lebih efisien. Penyesuaian harga tanpa mengorbankan kualitas secara drastis adalah seni yang harus dikuasai oleh setiap produsen di era ini.

Mengembangkan helm dengan fitur dasar yang aman namun dengan harga yang sangat terjangkau bisa menjadi solusi jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, edukasi dan peningkatan daya beli masyarakat tetap menjadi kunci utama untuk mengembalikan kejayaan bisnis helm yang mengutamakan keselamatan.

Masa Depan Bisnis Helm di Indonesia: Antara Harapan dan Tantangan

Masa depan bisnis helm di Indonesia memang penuh tantangan, namun bukan berarti tanpa harapan. Dengan jumlah populasi pengendara motor yang terus bertambah, potensi pasar sebenarnya sangat besar. Kuncinya adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya helm berkualitas sebagai pelindung nyawa.

Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan iklim ekonomi yang lebih stabil dan meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, penegakan hukum yang konsisten terhadap penggunaan helm standar juga harus diiringi dengan kampanye edukasi yang kuat. Hanya dengan pendekatan holistik, industri helm dapat bangkit kembali dan berkontribusi lebih besar pada keselamatan jalan raya.

Peran Pemerintah dan Kesadaran Konsumen

Pemerintah dapat memberikan insentif bagi produsen helm lokal yang berinovasi dalam menciptakan produk berkualitas dengan harga terjangkau. Selain itu, pengawasan terhadap peredaran helm non-standar juga harus diperketat. Di sisi konsumen, kesadaran bahwa helm adalah investasi untuk nyawa, bukan sekadar pelengkap agar tidak ditilang, harus terus ditanamkan.

Setiap pengendara motor memiliki tanggung jawab pribadi untuk memilih helm yang aman dan berkualitas. Jangan biarkan alasan ekonomi atau ketakutan akan tilang mengalahkan prioritas utama: keselamatan diri sendiri dan orang yang kita cintai.

Pesan Penting untuk Pengendara Motor

Di tengah kondisi ekonomi yang menantang, mungkin sulit untuk memprioritaskan pembelian helm mahal. Namun, ingatlah bahwa nyawa Anda jauh lebih berharga dari harga sebuah helm. Pilihlah helm yang setidaknya memenuhi standar keamanan yang berlaku, seperti SNI, meskipun harganya tidak terlalu tinggi.

Jangan pernah berkompromi dengan keselamatan. Helm adalah baris pertahanan pertama kepala Anda dari benturan keras saat kecelakaan. Pikirkanlah risiko yang akan Anda hadapi jika hanya mengenakan helm "asal-asalan". Keselamatan di jalan adalah tanggung jawab kita bersama, dimulai dari helm yang kita kenakan.

banner 325x300