Kegagalan Timnas Indonesia melaju ke Piala Dunia 2026 menyisakan luka mendalam bagi para suporter. Namun, dampaknya ternyata tidak hanya dirasakan di dalam negeri. Justin Kluivert, pemain timnas Belanda dan putra dari pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert, sampai harus mematikan kolom komentar di akun Instagram pribadinya. Keputusan ini diambil setelah media sosialnya diserbu oleh netizen Indonesia yang meluapkan kekecewaan mereka terhadap sang ayah.
Justin Kluivert: ‘Ayahku Kena Rujak Netizen!’
Drama di media sosial ini mencuat pada Senin, 13 Oktober 2025. Justin Kluivert, yang dikenal sebagai winger lincah, tiba-tiba mendapati kolom komentarnya dipenuhi amarah. Bukan karena performanya di lapangan, melainkan karena kinerja sang ayah, Patrick Kluivert, yang gagal membawa Timnas Indonesia lolos ke putaran final Piala Dunia 2026. Ini adalah cerminan betapa besar ekspektasi dan gairah suporter sepak bola Tanah Air.
Dalam beberapa unggahan terbarunya, kolom komentar Justin Kluivert sudah tidak bisa diakses sama sekali. Sementara itu, pada postingan-postingan lama, ia terpaksa membatasi siapa saja yang bisa meninggalkan jejak. Langkah ini jelas menunjukkan betapa masifnya gelombang kritik yang datang, bahkan sampai menyeret nama anaknya yang tidak terlibat langsung dalam kegagalan Timnas.
"Sangat disayangkan, dia [Patrick] sudah melakukan segala yang dia bisa. Sudah tidak ada yang bisa dilakukan lagi," ujar Justin kepada ESPN NL. Pernyataan ini menunjukkan pembelaan Justin terhadap ayahnya, sekaligus rasa frustrasinya melihat situasi yang terjadi. Ia merasa sang ayah telah berjuang maksimal, namun hasil akhir memang tidak berpihak.
Justin juga mengungkapkan bahwa ia belum berbicara langsung dengan Patrick Kluivert. Ia ingin memberikan ruang bagi sang ayah untuk merenung dan beristirahat setelah tekanan berat yang dialaminya. "Apakah saya sudah bicara dengan dia? Saya ingin membiarkan dia sendiri lebih dulu. Saya bahkan harus mematikan kolom komentar [di Instagram]," tambahnya. Ini menggambarkan betapa beratnya beban emosional yang ditanggung oleh keluarga pelatih.
Reaksi Keras Netizen Indonesia di Media Sosial
Fenomena "Kluivert Out" yang ramai di media sosial menjadi bukti nyata betapa kecewanya para penggemar. Justin memprediksi bahwa badai kekecewaan ini tidak akan reda dalam waktu singkat. "Kluivert Out’ itu yang saya dengar. Anda tentunya tidak mau hal seperti itu ada di bawah fotomu [di Instagram]. Mungkin akan berakhir dalam seminggu atau lebih," kata Justin, mencoba memperkirakan durasi kemarahan publik.
Kekecewaan netizen Indonesia memang bukan tanpa alasan. Harapan untuk melihat Timnas Garuda berlaga di panggung Piala Dunia 2026 sangatlah tinggi. Apalagi, dengan persiapan yang digadang-gadang matang dan kehadiran pelatih sekaliber Patrick Kluivert, ekspektasi publik melambung tinggi. Namun, realitas di lapangan berkata lain, dan hal ini memicu gelombang kritik yang tak terbendung.
Media sosial, khususnya Instagram, menjadi wadah utama bagi netizen untuk menyalurkan emosi mereka. Dari hujatan, komentar pedas, hingga meme-meme yang menyudutkan, semua tumpah ruah. Tidak hanya akun Patrick Kluivert, tetapi juga orang-orang terdekatnya, termasuk Justin, menjadi sasaran empuk. Ini menunjukkan sisi gelap dari fanatisme sepak bola yang bisa berujung pada cyberbullying.
Momen Pahit di Kualifikasi Piala Dunia 2026
Timnas Indonesia gagal lolos ke Piala Dunia 2026 setelah menelan dua kekalahan pahit di babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026. Kekalahan pertama datang saat menghadapi Arab Saudi dengan skor 2-3, diikuti oleh kekalahan 0-1 dari Irak. Dua hasil minor ini secara otomatis menutup pintu bagi Timnas Garuda untuk melangkah lebih jauh di ajang bergengsi tersebut.
Pertandingan melawan Arab Saudi menjadi sorotan utama. Timnas Indonesia sebenarnya menunjukkan perlawanan sengit, namun strategi yang diterapkan Patrick Kluivert dipertanyakan banyak pihak. Terutama terkait pemilihan pemain, perubahan taktik di tengah laga, dan keputusan-keputusan krusial yang dianggap tidak tepat. Hasilnya, keunggulan yang sempat diraih gagal dipertahankan, dan kekalahan pun tak terhindarkan.
Kritik Tajam Terhadap Strategi Patrick Kluivert
Sejak awal kedatangannya, Patrick Kluivert membawa harapan baru bagi sepak bola Indonesia. Rekam jejaknya sebagai pemain legendaris dan pengalamannya di dunia kepelatihan diharapkan bisa mengangkat performa Timnas. Namun, dalam dua laga penentuan ini, strategi yang ia usung justru menjadi bumerang.
Banyak pengamat dan suporter menyoroti kurangnya variasi taktik, ketidakmampuan membaca permainan lawan, serta keputusan pergantian pemain yang dinilai terlambat atau tidak efektif. Terutama di laga pertama melawan Arab Saudi, Timnas Indonesia terlihat kesulitan mengatasi tekanan lawan di babak kedua, yang berujung pada kebobolan gol-gol penentu. Ini memicu pertanyaan besar tentang kapabilitas Kluivert dalam menghadapi tekanan di level internasional.
Tekanan Besar di Balik Sepak Bola Indonesia
Sepak bola di Indonesia bukan sekadar olahraga, melainkan bagian dari identitas dan kebanggaan nasional. Setiap pertandingan Timnas selalu disaksikan jutaan pasang mata, dan setiap hasil pertandingan memiliki dampak emosional yang luar biasa. Oleh karena itu, tekanan yang dihadapi oleh pelatih, terutama pelatih asing, sangatlah besar.
Patrick Kluivert, sebagai pelatih asing, tentu sudah merasakan atmosfer fanatisme sepak bola Indonesia. Namun, kegagalan di Kualifikasi Piala Dunia adalah pukulan telak yang sulit diterima. Para suporter yang haus akan prestasi tentu akan melampiaskan kekecewaan mereka dengan berbagai cara, termasuk melalui media sosial. Ini adalah risiko yang harus dihadapi oleh siapa pun yang duduk di kursi pelatih Timnas Indonesia.
Dampak Buruk Cyberbullying pada Keluarga Atlet
Kasus Justin Kluivert yang harus mematikan kolom komentar Instagramnya menjadi pengingat penting tentang dampak buruk cyberbullying. Ketika seorang figur publik dikritik, seringkali kritik tersebut meluas hingga menyerang keluarga atau orang-orang terdekat mereka yang tidak memiliki keterlibatan langsung. Ini adalah bentuk perilaku tidak etis yang bisa merusak mental dan privasi individu.
Justin, sebagai seorang profesional, tentu memahami tekanan dalam dunia sepak bola. Namun, ia juga memiliki hak untuk mendapatkan privasi dan terhindar dari serangan personal yang tidak beralasan. Kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pihak, bahwa kritik harus disampaikan secara konstruktif dan tidak boleh melewati batas hingga menyerang ranah pribadi.
Jalan Terjal Timnas Menuju Panggung Dunia
Kegagalan ini memang menyakitkan, namun bukan berarti akhir dari segalanya. Timnas Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk bisa bersaing di level tertinggi. Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan, mulai dari struktur pembinaan, kualitas liga, hingga strategi kepelatihan. Perjalanan menuju Piala Dunia memang terjal, dan membutuhkan kesabaran serta perencanaan jangka panjang yang matang.
Semoga kejadian ini bisa menjadi momentum bagi sepak bola Indonesia untuk berbenah diri. Bukan hanya soal hasil di lapangan, tetapi juga bagaimana para suporter bisa mendukung tim dengan cara yang lebih positif dan konstruktif. Karena pada akhirnya, sepak bola adalah tentang persatuan dan kebanggaan, bukan hanya sekadar melampiaskan kekecewaan.


















