Wanda Hamidah dan relawan Muhammad Fatur Rohman baru-baru ini membagikan kisah luar biasa mereka saat mencoba menembus blokade Israel di Jalur Gaza, Palestina. Keduanya menjadi delegasi Indonesia dalam pelayaran Global Sumud Flotilla (GSF), sebuah misi kemanusiaan yang berani. Meskipun upaya mereka menemui kegagalan, pengalaman yang mereka lalui bersama aktivis global, termasuk Greta Thunberg, meninggalkan jejak perjuangan yang mendalam. Mereka kini telah kembali ke Tanah Air, membawa segudang cerita dan semangat yang tak padam.
Misi Kemanusiaan yang Penuh Tantangan
Wanda Hamidah bercerita, tekadnya untuk bergabung dengan rombongan relawan menuju Gaza begitu kuat. Ia mulanya tiba di Tunisia sebagai bagian dari rombongan Indonesia Global Peace Convoy (IGPC). Namun, IGPC kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri dari misi. Tanpa ragu, Wanda memilih untuk tetap melanjutkan perjuangan, bahkan jika harus sendirian.
Rintangan Teknis dan Pertemuan Tak Terduga
Perjalanan Wanda tidaklah mulus; kapalnya sempat telantar akibat kendala teknis yang serius. Namun, semangatnya tak pernah surut, ia terus mencari cara hingga akhirnya berhasil mencapai Italia. Di sana, takdir mempertemukannya dengan Muhammad Fatur Rohman, relawan dari Aqsa Working Group (AWG) yang juga menghadapi masalah serupa. Kapal Fatur pun mengalami kendala teknis, membuat keduanya terdampar di Italia.
Kapal Nusantara: Harapan Terakhir yang Pupus
Keduanya kemudian disatukan dalam Kapal Nusantara, sebuah kapal terakhir yang diharapkan bisa membawa mereka menuju Gaza. Kapal ini mengangkut 13 orang dari tujuh negara berbeda, termasuk Wanda dan Fatur dari Indonesia. Sayangnya, Kapal Nusantara pun tak luput dari masalah. Karena berbagai persoalan teknis dan kekhawatiran akan keselamatan, kapal ini tidak diizinkan untuk melanjutkan pelayaran, mengubur harapan mereka untuk menyusul rombongan GSF lainnya.
Menanti Kabar di Sisilia, Italia
Wanda dan Fatur akhirnya menetap di Sisilia, Italia, selama berhari-hari, menanti kabar baik dan tetap bersikeras tidak ingin pulang. Mereka ingin terus memantau pergerakan misi kemanusiaan menuju Gaza. Dari sana, mereka menyaksikan bagaimana kapal-kapal GSF lainnya dicegat secara ilegal oleh militer Israel. Para penumpangnya pun ditahan oleh tentara Zionis, sebuah tindakan yang sangat dikecam Wanda.
Kecaman Keras atas Tindakan Ilegal Israel
Wanda Hamidah dengan tegas menyatakan bahwa pencegatan dan penahanan ratusan kru GSF oleh Israel adalah tindakan ilegal dan melanggar aturan internasional. Ia menekankan bahwa bantuan kemanusiaan tidak boleh digagalkan atau diintersepsi. Ini adalah pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan global, dan dunia harus tahu tentang kekejaman yang terjadi di perairan internasional.
Perjuangan Fatur: Ujian Sejak Awal
Muhammad Fatur Rohman juga berbagi pengalamannya yang tak kalah dramatis. Ia menceritakan bagaimana kapal-kapal GSF bahkan sudah ‘diserang’ Israel saat masih berada di pelabuhan Sidi Bou Said, Tunisia. Insiden ini menyebabkan sejumlah kapal GSF tidak bisa berlayar, termasuk kapal yang seharusnya ia tumpangi. Fatur harus menunggu berhari-hari hingga akhirnya mendapat bagian di kapal Kamr pada 20 September.
Namun, kapal Kamr pun mengalami gangguan serius, mulai dari kerusakan pada bagian layar hingga baling-baling. Ia juga menyebut kapal Wanda sempat kehilangan bahan bakar dan kemasukan air. Semua kendala ini, menurut Fatur, hanyalah ujian kecil dibandingkan penderitaan saudara-saudara di Palestina. Semangat mereka untuk membantu tidak pernah luntur.
Gelombang Baru Harapan untuk Gaza
Meskipun misi mereka gagal, Fatur bersyukur ada gelombang kapal lain yang menyusul armada GSF yang telah dicegat Israel. Antara 1 hingga 3 Oktober, Israel mencegat dan membajak seluruh kapal GSF, menahan lebih dari 450 aktivis dan relawan. Namun, tak lama setelah insiden itu, sembilan kapal baru berlayar untuk meneruskan misi GSF, diinisiasi oleh Freedom Flotilla Coalition (FFC). Ini menunjukkan bahwa semangat kemanusiaan tidak akan pernah padam.
Fatur berharap, dengan izin Allah, Palestina akan segera merdeka. Jika belum, ia berjanji akan terus menciptakan gelombang-gelombang misi berikutnya yang jauh lebih besar dan kuat untuk menembus blokade.
Rencana Ambisius Wanda: Beli Kapal Sendiri!
Menelan kekecewaan karena gagal berlayar, Wanda Hamidah kini memiliki ikhtiar yang lebih besar dan ambisius. Ia bertekad untuk membeli kapal sendiri guna dipakai relawan dan aktivis Indonesia menembus blokade Gaza. Ini bukan sekadar impian, melainkan sebuah janji. "Insya Allah suatu hari nanti segera kita akan beli kapal sendiri," ujarnya penuh keyakinan. "Kita akan datang ke Spanyol, Italia, atau bahkan beli kapal di Indonesia."
Wanda ingin kapal itu dilayarkan oleh kapten-kapten terbaik Indonesia sendiri, untuk bergabung dengan Global Sumud Flotilla. Dengan begitu, Indonesia tidak lagi bergantung pada kapal-kapal negara lain.
Dukungan Penuh dari Aqsa Working Group
Pernyataan Wanda ini disambut hangat oleh Syekh Yakhsyallah Mansur, Pembina Utama AWG, yang juga hadir dalam jumpa pers. Yakhsyallah mengatakan keinginan Wanda senafas dengan niat awal AWG. AWG sendiri pernah berencana membangun rumah sakit di Jalur Gaza setelah Israel menghancurkan berbagai fasilitas kesehatan. Mereka bahkan sudah mencari kapal dan mengumpulkan nakhoda terbaik Indonesia untuk membawa kapal pinisi.
Meskipun saat itu Allah menakdirkan mereka bisa masuk Gaza melalui Global Long March tanpa kapal sendiri, Yakhsyallah sangat mendukung niat mulia Wanda. "Mudah-mudahan dikabulkan oleh Allah SWT. Nanti kita akan berlayar sendiri dari Indonesia menuju ke Gaza," pungkasnya.


















