banner 728x250

Terkuak! Bukan Abraham Accord, Ini Negara Arab Pertama yang Berdamai dengan Israel Demi Imbalan Tak Terduga

terkuak bukan abraham accord ini negara arab pertama yang berdamai dengan israel demi imbalan tak terduga portal berita terbaru
banner 120x600
banner 468x60

Di tengah gejolak Timur Tengah yang tak kunjung usai, hubungan antara Israel dan negara-negara Arab selalu menjadi sorotan. Banyak yang mungkin mengira Abraham Accord di tahun 2020 adalah terobosan pertama, namun faktanya, ada satu negara Arab yang jauh lebih dulu menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Keputusan berani ini diambil puluhan tahun sebelumnya, dan imbalannya benar-benar mengubah peta politik regional.

Mengapa Mesir Jadi yang Pertama?

banner 325x300

Jauh sebelum Abraham Accord digagas oleh Presiden AS Donald Trump, Israel sudah berupaya keras membuka jalur diplomatik dengan negara-negara Arab. Upaya ini dilakukan di tengah pendudukan Israel atas wilayah Palestina, sebuah isu yang selalu menjadi batu sandungan utama. Namun, ada satu negara yang memutuskan untuk melangkah maju, memecah kebuntuan yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Negara tersebut adalah Mesir. Ya, Mesir adalah negara Arab pertama yang secara resmi mengakui keberadaan Israel dan menjalin hubungan damai. Langkah ini tentu saja sangat mengejutkan dunia, mengingat Mesir adalah salah satu kekuatan militer Arab terbesar dan telah terlibat dalam beberapa perang sengit melawan Israel.

Momen Bersejarah di Camp David

Titik balik hubungan Mesir-Israel terjadi melalui sebuah perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Camp David. Perjanjian ini ditandatangani pada tahun 1979, jauh sebelum generasi Abraham Accord muncul ke permukaan. Ini adalah sebuah kisah tentang keberanian politik, diplomasi intens, dan pengorbanan besar demi perdamaian.

Kunjungan Berani Anwar Sadat

Semua bermula pada November 1977, ketika Presiden Mesir Anwar Sadat melakukan sebuah langkah yang dianggap revolusioner dan sangat berisiko. Ia memutuskan untuk melakukan kunjungan langsung ke Yerusalem dan berbicara di hadapan Knesset, parlemen Israel. Kunjungan ini adalah yang pertama kalinya dilakukan oleh seorang pemimpin Arab ke Israel, memicu gelombang kejutan di seluruh dunia.

Meskipun kunjungan balasan dari Perdana Menteri Israel Menachem Begin tidak menghasilkan kemajuan signifikan, Sadat telah membuka pintu dialog yang sebelumnya tertutup rapat. Dunia menyaksikan dengan napas tertahan, apakah langkah berani ini akan berujung pada perdamaian atau justru memperkeruh suasana.

Negosiasi Penuh Drama di Bawah Pengawasan AS

Melihat potensi terobosan, Rosalynn Carter, Ibu Negara AS kala itu, menyarankan suaminya, Presiden Jimmy Carter, untuk mengundang Sadat dan Begin ke Camp David. Camp David, sebuah retret presiden yang terpencil di pedesaan Maryland, dipilih agar privasi dan keterpencilan relatif dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi negosiasi. Dan benar saja, di sanalah sejarah tercipta.

Selama 13 hari yang intens pada September 1978, ketiga pemimpin ini terlibat dalam negosiasi yang penuh drama dan ketegangan. Presiden Carter berperan sebagai mediator ulung, mencoba menjembatani perbedaan yang sangat dalam antara kedua belah pihak. Tekanan untuk mencapai kesepakatan sangat besar, dan kegagalan bisa berarti kembalinya konflik bersenjata.

Akhirnya, upaya keras ini membuahkan hasil. Perjanjian Camp David ditandatangani, menguraikan "Kerangka Kerja untuk Penyelesaian Perjanjian Damai antara Mesir dan Israel" serta "Kerangka Kerja untuk Perdamaian di Timur Tengah." Meskipun kerangka kerja kedua yang berupaya membahas otonomi Palestina ditolak oleh PBB karena dianggap tidak memenuhi persyaratan, perjanjian damai antara Mesir dan Israel tetap menjadi tonggak sejarah.

Imbalan Fantastis: Sinai Kembali ke Pelukan Mesir

Pada 26 Maret 1979, perjanjian damai Mesir-Israel secara resmi ditandatangani di Washington, DC. Dengan penandatanganan ini, Mesir tidak hanya menjadi negara Arab pertama yang secara resmi mengakui negara Israel, tetapi juga mendapatkan imbalan yang sangat besar dan strategis. Imbalan tersebut adalah pengembalian Semenanjung Sinai.

Tahu gak sih, Semenanjung Sinai adalah wilayah seluas 60.000 kilometer persegi yang berbentuk segitiga, yang sebelumnya merupakan bagian dari Mesir. Namun, wilayah ini direbut oleh Israel dalam Perang Arab-Israel tahun 1967. Selama 12 tahun, Mesir harus gigit jari kehilangan wilayah vital ini. Pengembalian Sinai adalah kemenangan besar bagi Mesir, sebuah simbol kedaulatan yang kembali ke tangan mereka.

Bagi Israel, pengakuan dari negara Arab sebesar Mesir adalah sebuah legitimasi yang sangat penting di panggung internasional. Ini membuka jalan bagi kemungkinan hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab lainnya di masa depan, meskipun jalan itu masih panjang dan berliku.

Konsekuensi dan Warisan yang Tak Terlupakan

Langkah berani Mesir ini tentu saja memiliki konsekuensi yang signifikan. Akibat dari menandatangani perjanjian damai dengan Israel, Mesir diskors dari organisasi regional Liga Arab hingga tahun 1989. Ini menunjukkan betapa kontroversialnya keputusan tersebut di mata negara-negara Arab lainnya yang masih bersikukuh menolak keberadaan Israel.

Dari Pengucilan hingga Nobel Perdamaian

Meskipun diasingkan sementara oleh sesama negara Arab, Mesir di bawah kepemimpinan Anwar Sadat tetap teguh pada keputusannya. Pengorbanan politik Sadat dan Begin tidak sia-sia. Atas upaya mereka dalam mencapai perdamaian, Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian. Ini adalah pengakuan global atas keberanian dan visi mereka untuk masa depan yang lebih damai.

Perjanjian Camp David membuktikan bahwa dialog dan diplomasi, meskipun sulit, dapat menghasilkan perdamaian bahkan di antara musuh bebuyutan. Ini menjadi preseden penting yang menunjukkan bahwa "tanah untuk perdamaian" adalah formula yang mungkin.

Beda dengan Abraham Accord, Apa yang Membuatnya Unik?

Jika dibandingkan dengan Abraham Accord yang terjadi puluhan tahun kemudian, Perjanjian Camp David memiliki nuansa yang berbeda. Abraham Accord melibatkan negara-negara Teluk seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko, yang secara historis tidak memiliki konflik bersenjata langsung yang besar dengan Israel. Motivasi di balik Abraham Accord lebih banyak didorong oleh kepentingan ekonomi, keamanan regional (terutama melawan Iran), dan aliansi strategis.

Sebaliknya, Perjanjian Camp David adalah kesepakatan antara Israel dan Mesir, dua negara yang telah terlibat dalam beberapa perang besar. Ini adalah perjanjian "tanah untuk perdamaian" yang melibatkan pengembalian wilayah yang direbut dalam perang. Ini adalah langkah yang jauh lebih berisiko dan transformatif, mengubah dinamika konflik Arab-Israel secara fundamental.

Hingga hari ini, Perjanjian Camp David tetap menjadi salah satu momen paling krusial dalam sejarah Timur Tengah. Ini adalah bukti bahwa bahkan di tengah konflik yang paling dalam, ada ruang untuk dialog, kompromi, dan harapan akan perdamaian. Mesir, dengan langkah beraninya, telah menulis ulang sejarah dan menunjukkan bahwa imbalan dari perdamaian bisa jauh lebih besar daripada yang bisa dibayangkan.

banner 325x300