Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali membuat gebrakan yang berpotensi mengguncang pasar global dan kantong konsumen. Pada Senin, 29 September 2025, Gedung Putih secara resmi mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang signifikan untuk produk furnitur, kayu, hingga lemari dapur. Keputusan ini akan berlaku mulai 14 Oktober mendatang, dengan persentase kenaikan yang tidak main-main, mencapai 25 hingga 50 persen.
Langkah ini bukan yang pertama bagi Trump, yang selama masa kepemimpinannya dikenal dengan kebijakan "America First" dan perang dagang. Namun, kali ini, fokusnya beralih ke sektor furnitur, sebuah industri yang sangat bergantung pada rantai pasok global. Pertanyaannya, apa dampak sebenarnya dari kebijakan ini, terutama bagi konsumen dan pelaku bisnis di seluruh dunia?
Tarif Baru yang Mengejutkan: Rincian dan Kenaikan Bertahap
Kebijakan tarif yang diumumkan Gedung Putih ini memiliki rincian yang cukup kompleks dan akan diterapkan secara bertahap. Untuk impor kayu dan papan, tarif baru yang dipatok adalah 10 persen. Menariknya, perusahaan yang membayar tarif ini tidak akan dikenakan tarif "timbal balik" yang biasanya diberlakukan pada produk lain.
Namun, angka tersebut akan melonjak drastis untuk produk furnitur jadi. Furnitur dengan bantalan seperti sofa dan tempat tidur akan dikenakan bea masuk sebesar 25 persen. Angka ini bahkan akan naik lagi menjadi 30 persen per 1 Januari 2026.
Tidak hanya itu, lemari dapur (kitchen cabinet) dan meja rias kamar mandi (bathroom vanities) juga tidak luput dari sasaran. Produk-produk ini akan digetok tarif sebesar 25 persen, yang kemudian akan melonjak tajam hingga 50 persen mulai 1 Januari 2026. Kenaikan bertahap ini memberikan sedikit waktu bagi pelaku pasar untuk beradaptasi, namun tetap menimbulkan ketidakpastian besar.
Mengapa Furnitur Jadi Sasaran? Alasan di Balik Kebijakan Trump
Alasan di balik kebijakan tarif ini cukup unik dan mungkin mengejutkan banyak pihak. Dilansir dari The New York Times, proklamasi Gedung Putih menyatakan bahwa produk kayu "digunakan dalam fungsi-fungsi penting Departemen Perang." Ini termasuk pembangunan infrastruktur bagi personel militer dan pengangkutan amunisi.
Justifikasi "keamanan nasional" ini seringkali menjadi landasan bagi kebijakan proteksionisme Trump di masa lalu, seperti pada tarif baja dan aluminium. Namun, mengaitkan furnitur rumah tangga dengan fungsi militer bisa jadi menimbulkan perdebatan sengit di kalangan ekonom dan pakar perdagangan internasional.
Bagi banyak pengamat, alasan ini lebih merupakan strategi untuk melindungi industri domestik dan mengurangi defisit perdagangan. Dengan menaikkan harga barang impor, pemerintah berharap konsumen akan beralih ke produk lokal, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja.
Dampak Langsung pada Konsumen AS: Harga Furnitur Bakal Meroket?
Salah satu dampak paling nyata dari tarif impor adalah kenaikan harga bagi konsumen. Ketika tarif dikenakan, biaya impor barang menjadi lebih mahal. Biaya tambahan ini biasanya akan dibebankan kepada konsumen melalui harga jual yang lebih tinggi di toko-toko.
Bayangkan, jika kamu berencana membeli sofa baru atau merenovasi dapur tahun depan, kamu mungkin harus merogoh kocek lebih dalam. Kenaikan tarif hingga 50 persen untuk lemari dapur bisa berarti lonjakan harga yang signifikan, membuat proyek renovasi menjadi jauh lebih mahal.
Selain harga, konsumen juga mungkin akan menghadapi pilihan produk yang lebih terbatas. Jika importir kesulitan menanggung biaya tarif, mereka mungkin mengurangi volume impor atau bahkan berhenti mengimpor produk tertentu. Ini bisa berarti lebih sedikit variasi desain, bahan, dan gaya furnitur yang tersedia di pasar AS.
Pukulan Telak bagi Negara Pemasok Utama
Kebijakan tarif baru ini dipastikan akan memberikan pukulan telak bagi negara-negara yang selama ini menjadi pemasok utama furnitur dan lemari dapur ke Amerika Serikat. Vietnam, China, dan Meksiko adalah tiga negara yang disebut-sebut akan merasakan dampak paling besar.
Selama bertahun-tahun, negara-negara ini telah membangun rantai pasok yang efisien dan kompetitif untuk memenuhi permintaan pasar AS. Dengan tarif yang melonjak, produk mereka akan menjadi kurang kompetitif dibandingkan produk domestik atau dari negara lain yang tidak dikenai tarif setinggi itu.
Ini bisa berarti penurunan volume ekspor yang drastis, hilangnya pendapatan bagi produsen di negara-negara tersebut, dan potensi PHK di sektor manufaktur. Mereka mungkin harus mencari pasar baru atau berinvestasi dalam pengembangan produk yang tidak terpengaruh tarif.
Bagaimana dengan Negara Lain? Pengecualian dan Implikasi Geopolitik
Dalam rincian kebijakan ini, Gedung Putih juga menyebutkan tarif khusus untuk sejumlah negara. Produk kayu dari Inggris, misalnya, tarifnya akan dibatasi hingga 10 persen. Sementara itu, produk kayu dari Uni Eropa dan Jepang tidak akan melebihi 15 persen.
Pengecualian ini menunjukkan adanya pertimbangan geopolitik dan hubungan bilateral yang berbeda. Inggris, Uni Eropa, dan Jepang adalah sekutu penting AS, dan mungkin ada upaya untuk menjaga hubungan dagang tetap stabil dengan mereka. Namun, ini juga bisa menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan potensi diskriminasi perdagangan di mata Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Langkah ini bisa memicu ketegangan perdagangan baru atau memperburuk yang sudah ada. Negara-negara yang terkena dampak berat mungkin akan mempertimbangkan langkah balasan, menciptakan siklus tarif yang merugikan semua pihak.
Menilik Kembali “America First”: Dampak Jangka Panjang
Kebijakan tarif furnitur ini adalah cerminan lain dari filosofi "America First" yang diusung Donald Trump. Tujuannya adalah untuk memprioritaskan industri dan pekerja Amerika di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menaikkan harga bagi konsumen atau memicu ketegangan perdagangan internasional.
Dalam jangka panjang, kebijakan ini diharapkan dapat mendorong investasi di sektor manufaktur furnitur AS, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan pada impor. Namun, para kritikus berpendapat bahwa tarif semacam ini justru bisa menghambat pertumbuhan ekonomi, memicu inflasi, dan merugikan hubungan dagang global.
Ekonom seringkali memperingatkan bahwa perang dagang tidak memiliki pemenang sejati. Meskipun ada sektor-sektor tertentu yang mungkin diuntungkan, biaya keseluruhan bagi perekonomian, baik domestik maupun global, bisa jadi jauh lebih besar.
Apa yang Perlu Kamu Ketahui Selanjutnya?
Keputusan Donald Trump untuk menaikkan tarif impor furnitur hingga 50 persen ini adalah berita besar yang akan terus bergulir. Bagi kamu yang berada di Amerika Serikat, bersiaplah untuk melihat perubahan harga dan ketersediaan produk furnitur di pasaran. Bagi pelaku bisnis, ini adalah saatnya untuk mengevaluasi kembali rantai pasok dan strategi harga.
Dunia akan menantikan bagaimana negara-negara pemasok utama akan bereaksi dan apakah kebijakan ini akan memicu gelombang proteksionisme baru. Satu hal yang pasti, drama ekonomi global tampaknya belum akan berakhir.


















