Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) pada Jumat, 26 September 2025, seharusnya menjadi panggung diplomasi serius. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, justru mengubahnya menjadi ajang yang penuh drama dan kontroversi. Di tengah pidatonya yang mengecam Hamas, Netanyahu tiba-tiba mengajak para hadirin bermain tebak-tebakan, seolah melupakan suasana tegang yang menyelimuti.
Ironisnya, momen "kuis" dadakan ini terjadi saat ratusan delegasi dari berbagai negara memilih untuk meninggalkan ruangan. Mereka melakukan aksi walk out sebagai bentuk protes keras terhadap agresi brutal Israel di Jalur Gaza. Pemandangan kursi-kursi kosong yang kontras dengan Netanyahu yang asyik bertanya, menjadi sorotan tajam dunia internasional.
Drama di Podium PBB: Kuis Kontroversial Netanyahu
Netanyahu memang dikenal dengan gaya bicaranya yang lugas dan seringkali provokatif. Namun, kali ini ia melangkah lebih jauh, menciptakan momen yang mungkin akan dikenang dalam sejarah PBB. Di tengah pidatonya yang berapi-api, ia mengeluarkan sejumlah kertas berisi pertanyaan pilihan ganda, seolah sedang mengajar di kelas.
"Mari main kuis. Angkat tangan jika Anda tahu jawabannya," ucapnya, mencoba mencairkan suasana yang sudah tegang. Pertanyaan pertama langsung menyasar kelompok-kelompok yang dianggapnya musuh, mengarah pada narasi yang ingin ia bangun.
"Siapa yang menyerukan (kalimat) ‘Matilah Amerika’?" tanyanya. Pilihan jawabannya pun tak kalah menohok: A) Iran, B) Hamas, C) Hizbullah, D) Houthi, E) Semuanya. Segelintir kecil hadirin yang masih bertahan di ruangan berteriak menjawab "Semuanya," yang langsung dibenarkan oleh Netanyahu.
Ini menunjukkan betapa ia ingin menyamaratakan semua kelompok tersebut sebagai ancaman tunggal, mengabaikan nuansa kompleksitas geopolitik. Tak berhenti di situ, Netanyahu melanjutkan dengan pertanyaan kedua yang tak kalah provokatif, mencoba menguatkan argumennya.
"Siapa yang membunuh orang-orang Amerika dan Eropa secara keji?" ia bertanya lagi. Pilihan jawabannya serupa: A) Al Qaeda, B) Hamas, C) Hizbullah, D) Iran, E) Semuanya. Lagi-lagi, jawaban "Semuanya" menjadi pilihan yang benar menurutnya, seolah ia sedang memberikan pelajaran sejarah versi dirinya sendiri.
Melalui kuis ini, Netanyahu berusaha menegaskan narasi bahwa semua pihak yang ia sebutkan adalah musuh bersama negara-negara Barat. Ia menuding mereka berniat menyeret dunia kembali ke masa kelam penuh kekerasan, sebuah klaim yang tentu saja memicu perdebatan sengit.
Ruang Sidang Kosong Melompong: Aksi Walk Out Massal
Namun, drama yang sesungguhnya bukan pada kuis Netanyahu, melainkan pada respons tak terduga dari para delegasi. Sejak Netanyahu melangkah ke podium, pemandangan yang terekam dalam siaran langsung Youtube resmi PBB sungguh mencengangkan dan menjadi viral. Ratusan orang berdiri dan ramai-ramai meninggalkan ruangan.
Pemimpin sidang berulang kali memohon agar delegasi tetap duduk dan mendengarkan pidato sang PM. Namun, permohonan itu seolah tak digubris, menunjukkan tingkat kekecewaan yang mendalam. Delegasi dari berbagai negara justru membanjiri pintu keluar, meninggalkan ruang sidang yang perlahan-lahan menjadi kosong melompong.
Hanya segelintir delegasi yang tersisa, menciptakan pemandangan yang ganjil dan mencolok. Mereka termasuk delegasi Amerika Serikat, beberapa negara Pasifik, dan tentu saja, delegasi Israel sendiri. Pemandangan ini menjadi simbol kuat penolakan dan kecaman terhadap kebijakan Israel, terutama agresi mereka di Gaza.
Aksi walk out ini bukan sekadar bentuk ketidaksukaan biasa, melainkan gestur diplomatik yang sangat signifikan. Ini menunjukkan betapa frustrasinya komunitas internasional terhadap tindakan Israel, dan keinginan mereka untuk tidak memberikan legitimasi pada pidato Netanyahu yang dianggap tidak relevan atau bahkan ofensif di tengah krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.
Latar Belakang Konflik: Genosida di Gaza yang Tak Berkesudahan
Gerakan walk out ini adalah puncak dari kemarahan dan keprihatinan global terhadap situasi di Jalur Gaza. Selama hampir dua tahun, wilayah tersebut telah menjadi saksi bisu agresi brutal Israel yang tak kunjung usai, merenggut nyawa puluhan ribu warga sipil tak berdosa.
PBB sendiri telah mencap kejahatan ini sebagai genosida, sebuah tuduhan yang sangat serius dan memiliki implikasi hukum internasional yang besar. Data terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 65.000 orang telah tewas akibat serangan Israel, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak, menambah daftar panjang korban yang tak bersalah.
Fasilitas kesehatan hancur, infrastruktur dasar lumpuh, dan jutaan orang terpaksa mengungsi dalam kondisi yang memprihatinkan. Blokade yang diterapkan Israel juga memperparah krisis kemanusiaan, menghambat masuknya bantuan vital seperti makanan, obat-obatan, dan air bersih, menciptakan penderitaan yang tak terbayangkan.
Oleh karena itu, aksi walk out di Sidang PBB ini adalah manifestasi dari suara hati nurani dunia. Ini adalah upaya untuk menekan Israel agar menghentikan kekerasan dan mematuhi hukum internasional. Para delegasi yang keluar ruangan ingin mengirim pesan jelas: dunia tidak akan tinggal diam melihat genosida terjadi di depan mata.
Reaksi Internasional dan Masa Depan Diplomasi
Momen langka ini tentu saja memicu beragam reaksi dari berbagai penjuru dunia, baik di media sosial maupun forum-forum diplomatik. Di media sosial, video walk out massal ini viral, memicu perdebatan sengit antara pendukung dan penentang Israel. Banyak yang memuji keberanian para delegasi yang menolak mendengarkan pidato Netanyahu, menganggapnya sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Di sisi lain, ada juga yang mengkritik aksi walk out tersebut, menganggapnya sebagai tindakan tidak diplomatis yang justru memperkeruh suasana. Namun, terlepas dari pro dan kontra, satu hal yang pasti: insiden ini telah menorehkan luka baru dalam hubungan diplomatik Israel dengan banyak negara, memperdalam jurang ketidakpercayaan.
Peristiwa ini juga menunjukkan betapa terpolarisasinya pandangan dunia terhadap konflik Israel-Palestina, bahkan di forum tertinggi seperti PBB. PBB, sebagai forum tertinggi diplomasi global, seharusnya menjadi tempat di mana solusi dicari. Namun, dengan adanya insiden seperti ini, efektivitas PBB dalam menyelesaikan konflik menjadi dipertanyakan.
Masa depan diplomasi terkait isu ini tampaknya akan semakin menantang. Dengan Israel yang terus bersikukuh dengan kebijakannya dan dunia yang semakin terpecah belah, mencari titik temu untuk perdamaian akan menjadi tugas yang sangat berat. Insiden kuis Netanyahu dan walk out massal ini hanyalah salah satu babak dari drama panjang yang belum menemukan akhir.
Apa yang terjadi di Sidang Majelis Umum PBB pada Jumat lalu bukan sekadar insiden kecil. Ini adalah cerminan dari ketegangan global yang mendalam, sebuah teguran keras dari komunitas internasional terhadap Israel. Netanyahu mungkin berhasil menyelesaikan kuisnya, tetapi ia gagal memenangkan hati dan pikiran sebagian besar delegasi dunia.
Kisah tentang kuis di tengah ruangan yang kosong melompong ini akan menjadi salah satu catatan penting dalam sejarah diplomasi PBB. Ini mengingatkan kita bahwa di balik retorika politik, ada penderitaan manusia yang tak bisa diabaikan. Dan dunia, melalui aksi walk out massal ini, telah menunjukkan bahwa mereka tidak akan tinggal diam.


















