Maroko kini tengah diguncang gelombang demonstrasi besar-besaran yang dipimpin oleh generasi muda, atau yang akrab disebut Gen Z, sejak akhir September lalu. Ini bukan sekadar protes biasa; aksi ini menjadi salah satu yang terbesar dan paling signifikan di negara tersebut dalam beberapa tahun terakhir, menandai titik balik penting bagi masyarakat Maroko.
Gelombang protes ini tidak hanya terpusat di satu titik, melainkan menyebar luas di kota-kota besar Maroko. Rabat, Casablanca, Marrakesh, Agadir, Tangier, Fez, dan Meknes menjadi saksi bisu kemarahan anak muda yang menuntut perubahan mendasar.
Gen Z Maroko: Suara Kekecewaan yang Meledak
Generasi Z di Maroko telah menunjukkan bahwa mereka bukan hanya generasi digital, tetapi juga generasi yang berani menyuarakan ketidakpuasan. Mereka turun ke jalan dengan semangat membara, menuntut reformasi di sektor-sektor vital yang telah lama diabaikan oleh pemerintah. Kekecewaan mereka telah mencapai puncaknya.
Aksi ini menjadi bukti nyata bahwa kaum muda Maroko tidak lagi pasif. Mereka menuntut masa depan yang lebih baik, di mana hak-hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan tidak lagi menjadi kemewahan, melainkan kebutuhan yang terjamin untuk semua warga negara.
Akar Masalah: Pendidikan, Kesehatan, dan Prioritas yang Salah Arah
Tuntutan utama para demonstran berpusat pada perbaikan sektor pendidikan dan kesehatan yang mereka anggap telah merosot tajam. Kualitas layanan publik ini menjadi sorotan utama, di mana fasilitas yang kurang memadai dan akses yang terbatas menjadi keluhan sehari-hari masyarakat.
Ironisnya, di tengah krisis layanan dasar, pemerintah Maroko justru dituding lebih mengutamakan pengeluaran miliaran dolar untuk infrastruktur olahraga. Persiapan Piala Dunia FIFA 2030 dan Piala Afrika 2026 menjadi prioritas, sementara kebutuhan rakyat terpinggirkan.
Selain itu, tingginya angka pengangguran di kalangan muda juga menjadi pemicu kemarahan. Dengan angka mencapai 35,8 persen, banyak lulusan muda yang merasa putus asa dan tidak memiliki prospek masa depan yang jelas di negara mereka sendiri.
Dari Protes Damai Menjadi Kerusuhan Berdarah
Awalnya, demonstrasi ini digelar secara kecil-kecilan di depan rumah sakit, menyuarakan isu kesehatan. Namun, seiring waktu, massa mulai membesar dan protes meluas ke berbagai kota, menunjukkan solidaritas dan kemarahan yang terpendam.
Sayangnya, situasi memanas dan berujung pada kerusuhan. Sejauh ini, tiga orang dilaporkan tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat bentrokan yang terjadi. Ini adalah harga mahal yang harus dibayar oleh para demonstran dalam perjuangan mereka.
Kerusuhan pecah setelah aparat kepolisian mulai bertindak represif, melepaskan tembakan dan gas air mata ke arah massa. Bentrokan antara pengunjuk rasa dan petugas kepolisian pun tak terhindarkan, memicu aksi pembakaran mobil dan fasilitas umum.
Tidak hanya itu, aparat juga melakukan penangkapan massal terhadap para pedemo. Lebih dari 400 orang ditahan dengan tuduhan mengganggu ketertiban umum dan melakukan aksi provokasi, menambah daftar panjang korban dalam insiden ini.
Apa Itu Gerakan “212”? Simbol Perlawanan Digital
Gerakan protes ini dikenal dengan sebutan "Demo 212", sebuah nama yang diambil dari kode telepon internasional Maroko, yakni +212. Nama ini menjadi simbol identitas dan perlawanan yang terorganisir secara modern.
Uniknya, gerakan ini sepenuhnya terorganisir melalui platform media sosial. TikTok, Instagram, Facebook, hingga Discord menjadi alat utama bagi Gen Z untuk menyebarkan informasi, menggalang dukungan, dan mengoordinasikan aksi mereka.
Gen Z pertama kali menyerukan protes sekitar sebulan lalu di platform Discord. Mereka mengajak masyarakat untuk berunjuk rasa pada 27 dan 28 September, menuntut hak atas layanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, serta hak untuk mendapatkan lapangan kerja yang layak.
Mereka marah besar atas keputusan pemerintah yang malah berinvestasi besar di sektor olahraga. Puluhan miliar MAD digelontorkan untuk proyek-proyek prestisius, sementara sekolah dan rumah sakit masih kekurangan dana dan fasilitas.
Respons Pemerintah dan Tuntutan Mundur PM Akhannouch
Perdana Menteri Maroko, Aziz Akhannouch, pada Kamis (2/10) menyatakan bahwa pemerintahannya siap untuk "dialog dan diskusi dalam lembaga dan ruang publik" dengan massa. Ini adalah upaya pemerintah untuk meredakan ketegangan yang terjadi.
Namun, tawaran dialog tersebut tidak serta merta diterima begitu saja oleh para demonstran. Sebagian besar dari mereka justru menyerukan pengunduran diri Akhannouch, menyoroti kekecewaan yang mendalam terhadap kepemimpinannya dan isu korupsi di tubuh pemerintahan.
Tuntutan pengunduran diri ini mencerminkan hilangnya kepercayaan publik terhadap kabinet saat ini. Para demonstran merasa bahwa perubahan fundamental tidak akan terjadi selama kepemimpinan yang ada masih bertahan, dan korupsi masih merajalela.
Mengapa Gen Z Begitu Marah? Sebuah Analisis Mendalam
Kemarahan Gen Z Maroko bukan hanya soal pendidikan atau kesehatan, melainkan akumulasi dari ketidakpuasan terhadap sistem yang ada. Mereka adalah generasi yang tumbuh di era digital, terpapar informasi global, dan memiliki ekspektasi tinggi terhadap kualitas hidup.
Disparitas ekonomi dan sosial yang mencolok di Maroko juga menjadi pemicu. Kaum muda melihat bagaimana sebagian kecil menikmati kemewahan, sementara mayoritas berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar, menciptakan jurang yang semakin lebar.
Protes ini juga bisa dilihat sebagai bagian dari tren global di mana generasi muda di berbagai negara semakin vokal menyuarakan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Mereka menggunakan kekuatan media sosial untuk mengorganisir dan memperkuat gerakan mereka, mirip dengan gerakan protes lainnya di seluruh dunia.
Masa depan yang tidak pasti, ditambah dengan kurangnya kesempatan kerja dan layanan publik yang buruk, telah menciptakan rasa frustrasi yang mendalam. Bagi Gen Z, protes adalah cara terakhir untuk menuntut hak-hak mereka dan membentuk masa depan yang lebih adil.
Masa Depan Maroko di Tengah Badai Protes
Situasi ini menempatkan pemerintah Maroko di persimpangan jalan. Mereka harus menghadapi tantangan besar untuk merespons tuntutan rakyatnya, terutama dari generasi muda yang semakin terorganisir dan berani.
Potensi perubahan atau eskalasi konflik masih terbuka lebar. Jika pemerintah gagal memberikan solusi konkret dan hanya menawarkan janji-janji kosong, gelombang protes ini bisa saja semakin membesar dan membawa dampak yang lebih serius bagi stabilitas negara.
Implikasi terhadap citra internasional Maroko juga tidak bisa diabaikan. Sebagai negara yang bersiap menjadi tuan rumah acara olahraga besar, kerusuhan dan ketidakstabilan dapat merusak reputasi, menghambat investasi asing, dan mempengaruhi sektor pariwisata yang vital.
Maroko kini berada di titik krusial. Bagaimana pemerintah merespons suara Gen Z akan menentukan arah masa depan negara ini, apakah akan menuju reformasi yang lebih baik atau terjerumus dalam ketidakpastian yang lebih dalam.


















