Iran kembali menjadi sorotan dunia setelah pada Sabtu (4/10) mengeksekusi mati tujuh pria. Mereka dihukum atas tuduhan pembunuhan personel keamanan dan seorang ulama, serta yang paling menghebohkan, dituding memiliki kaitan dengan Israel. Eksekusi ini sontak memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak, terutama para aktivis hak asasi manusia yang menyoroti kejanggalan dalam proses hukumnya.
Tuduhan Serius di Balik Vonis Mati
Enam dari tujuh pria yang dieksekusi tersebut diidentifikasi sebagai separatis etnis Arab. Mereka dituduh terlibat dalam serangkaian serangan bersenjata dan pengeboman di Khorramshahr, sebuah kota di provinsi Khuzestan, Iran barat daya. Insiden tersebut dilaporkan menewaskan empat anggota pasukan keamanan Iran, memicu respons keras dari pemerintah.
Sementara itu, pria ketujuh adalah Saman Mohammadi Khiyareh, seorang warga Kurdi. Ia divonis mati atas pembunuhan Mamousta Sheikh al-Islam, seorang ulama Sunni pro-pemerintah yang tewas pada tahun 2009 di kota Sanandaj, wilayah Kurdi. Kasus Khiyareh inilah yang paling banyak menuai pertanyaan dan kritik pedas dari organisasi HAM internasional.
Kantor Kehakiman Iran, Mizan, melalui laporan yang dikutip oleh Reuters, secara eksplisit menyatakan bahwa para pria yang dieksekusi tersebut memiliki hubungan dengan Israel. Tuduhan ini menambah dimensi geopolitik yang kompleks pada kasus ini, mengingat ketegangan abadi antara Iran dan Israel di kawasan Timur Tengah. Klaim semacam ini seringkali digunakan oleh otoritas Iran untuk membenarkan tindakan keras terhadap individu atau kelompok yang dianggap mengancam keamanan nasional.
Sorotan Tajam dari Aktivis Hak Asasi Manusia
Eksekusi ini segera memicu reaksi keras dari para aktivis hak asasi manusia di seluruh dunia. Mereka mempertanyakan integritas dan keadilan dalam proses hukum yang dijalankan oleh pengadilan Iran, terutama dalam kasus Saman Mohammadi Khiyareh. Catatan yang dikumpulkan oleh para aktivis menunjukkan adanya dugaan pelanggaran serius terhadap hak-hak dasar Khiyareh.
Menurut laporan mereka, Khiyareh baru berusia sekitar 15 atau 16 tahun ketika pembunuhan Sheikh al-Islam terjadi pada tahun 2009. Namun, ia baru ditangkap pada usia 19 tahun, dan yang lebih mengkhawatirkan, ditahan selama lebih dari satu dekade sebelum akhirnya dieksekusi. Jangka waktu penahanan yang sangat panjang tanpa kejelasan hukum yang memadai menjadi salah satu poin utama kritik.
Lebih jauh lagi, aktivis HAM menuduh bahwa hukuman mati yang dijatuhkan kepada Khiyareh didasarkan pada pengakuan yang diperoleh melalui penyiksaan. Praktik penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan paksa adalah tuduhan serius yang secara rutin dilayangkan oleh organisasi HAM terhadap sistem peradilan Iran. Jika tuduhan ini benar, maka vonis mati tersebut cacat hukum dan melanggar prinsip-prinsip keadilan internasional.
Sistem Peradilan Iran dalam Kaca Mata Dunia
Kasus eksekusi ini kembali menyoroti sistem peradilan Iran yang kerap dikritik karena kurangnya transparansi dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Pengadilan di Iran seringkali dituduh menggunakan proses yang tidak adil, termasuk penahanan yang berkepanjangan tanpa akses yang memadai terhadap pengacara, serta penggunaan pengakuan yang diperoleh di bawah tekanan.
Tuduhan "memiliki kaitan dengan Israel" juga menjadi perhatian khusus. Dalam konteks politik Iran, tuduhan semacam ini seringkali digunakan untuk mengkriminalisasi individu atau kelompok yang dianggap menentang rezim atau mengancam stabilitas negara. Hal ini mempersulit pembelaan bagi para terdakwa, karena tuduhan tersebut dapat membawa implikasi politik yang sangat berat.
Angka Eksekusi yang Mengkhawatirkan di Iran
Data dari Amnesty International menunjukkan gambaran yang lebih suram mengenai situasi hak asasi manusia di Iran. Menurut laporan mereka, otoritas Iran telah mengeksekusi lebih dari 1.000 orang sejauh ini pada tahun 2025. Angka ini merupakan jumlah tahunan tertinggi yang dicatat oleh kelompok tersebut setidaknya dalam 15 tahun terakhir.
Tingginya angka eksekusi ini menempatkan Iran sebagai salah satu negara dengan tingkat hukuman mati tertinggi di dunia. Banyak dari eksekusi ini dilakukan atas tuduhan yang berkaitan dengan keamanan nasional, spionase, atau kejahatan narkoba, yang seringkali tidak memenuhi standar keadilan internasional. Komunitas internasional terus-menerus menyerukan Iran untuk menghentikan praktik hukuman mati dan mereformasi sistem peradilannya.
Implikasi dan Reaksi Internasional
Eksekusi terhadap tujuh pria ini, terutama dengan tuduhan "kaitan Israel" dan kontroversi di balik kasus Khiyareh, diperkirakan akan memperburuk citra Iran di mata dunia. Ini akan menambah tekanan diplomatik dari negara-negara Barat dan organisasi internasional yang telah lama mengkritik catatan hak asasi manusia Teheran.
Pemerintah Iran, di sisi lain, kemungkinan akan mempertahankan tindakan mereka sebagai langkah yang diperlukan untuk menjaga keamanan nasional dan stabilitas internal. Mereka seringkali menolak kritik internasional sebagai campur tangan dalam urusan dalam negeri mereka. Namun, bagi keluarga korban dan para aktivis, setiap eksekusi adalah pengingat pahit akan perjuangan panjang untuk keadilan dan hak asasi manusia di negara tersebut.
Kasus Saman Mohammadi Khiyareh, yang dieksekusi setelah bertahun-tahun ditahan dan dengan dugaan penyiksaan, menjadi simbol dari ketidakadilan yang seringkali terjadi. Usianya yang masih remaja saat dugaan kejahatan terjadi, serta lamanya penahanan tanpa proses hukum yang transparan, adalah poin-poin yang tidak bisa diabaikan. Ini memicu pertanyaan serius tentang bagaimana Iran memperlakukan warganya, terutama mereka yang berasal dari kelompok minoritas atau dituduh melakukan kejahatan politik.
Masa Depan Hak Asasi Manusia di Iran
Dengan lebih dari seribu eksekusi yang dilaporkan dalam satu tahun, masa depan hak asasi manusia di Iran tampak suram. Tekanan dari organisasi internasional dan negara-negara asing mungkin tidak cukup untuk mengubah kebijakan hukuman mati yang diterapkan secara luas. Namun, setiap kasus seperti ini terus menjadi pengingat akan pentingnya advokasi dan pengawasan terhadap praktik-praktik peradilan di seluruh dunia.
Eksekusi tujuh pria ini, dengan segala kontroversi dan tuduhan yang menyertainya, adalah babak baru dalam narasi panjang tentang keadilan, keamanan, dan hak asasi manusia di Iran. Dunia akan terus mengamati, berharap adanya perubahan menuju sistem peradilan yang lebih adil dan transparan bagi semua warganya.


















