banner 728x250

Bikin Geger! Trump Beri Batas Waktu Hamas: Terima Gencatan Senjata atau Hadapi ‘Kehancuran Total’

banner 120x600
banner 468x60

Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mencuri perhatian dunia dengan ultimatum kerasnya kepada kelompok Hamas. Ia menetapkan Minggu (3/10) malam sebagai batas waktu terakhir bagi Hamas untuk menerima proposal gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang ia ajukan. Trump menyebut tawaran ini sebagai "kesempatan terakhir" bagi kelompok Palestina tersebut.

Pada hari Jumat (3/10), Trump secara eksplisit menyatakan bahwa Hamas harus menyetujui kesepakatan itu paling lambat pukul 6 sore waktu setempat pada hari Minggu (5/10). Sebuah peringatan serius menyertai ultimatum ini: jika kesepakatan tersebut tidak disetujui, "kehancuran total, yang belum pernah dilihat siapa pun, akan meletus terhadap Hamas."

banner 325x300

Batas Waktu yang Mencekam dari Trump

Pernyataan tegas ini diunggah Trump melalui platform media sosialnya, Truth Social, dan kemudian dilansir oleh kantor berita Anadolu. Ultimatum ini datang di tengah ketegangan yang terus memuncak di Gaza dan upaya mediasi internasional yang tak kunjung menemukan titik terang. Kehadiran suara Trump, meskipun bukan lagi sebagai presiden aktif, tetap memiliki bobot signifikan dalam diskursus global.

Ia mengklaim bahwa sebagai balasan atas serangan pada 7 Oktober 2023, lebih dari 25.000 "tentara" Hamas telah tewas. Trump menambahkan, sebagian besar sisa pasukan Hamas kini telah terkepung dan secara militer terjebak, hanya menunggu aba-aba darinya untuk "maju" agar nyawa mereka segera dimusnahkan. Klaim ini, jika benar, menunjukkan skala operasi militer yang sangat besar.

"Sehubungan dengan sisanya, kami tahu di mana dan siapa Anda, dan Anda akan diburu, dan dibunuh," tulis Trump dengan nada mengancam. Pernyataan ini menegaskan tekadnya untuk melihat Hamas sepenuhnya dilumpuhkan jika mereka menolak proposal yang ada di meja perundingan.

Ancaman "Kehancuran Total" dan Seruan Evakuasi

Tak hanya itu, Trump juga menyerukan agar semua warga Palestina yang tidak bersalah segera meninggalkan "area potensi kematian besar di masa depan ini" menuju bagian Gaza yang lebih aman. Ia meyakinkan bahwa semua orang akan diurus dengan baik oleh mereka yang siap membantu. Seruan ini mengindikasikan adanya rencana eskalasi militer yang lebih besar jika ultimatumnya tidak diindahkan.

Meskipun Trump tidak merinci area "potensi kematian besar di masa depan" yang ia maksud, namun peringatan ini selaras dengan intensifikasi kampanye militer Israel di Kota Gaza dalam beberapa pekan terakhir. Operasi darat dan udara terus berlanjut, menyebabkan kehancuran infrastruktur dan korban jiwa yang masif.

Ultimatum ini muncul di tengah kebuntuan negosiasi gencatan senjata yang telah berlangsung berbulan-bulan, dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat sendiri. Proposal yang dimaksud Trump kemungkinan besar merujuk pada kerangka kesepakatan yang mencakup gencatan senjata sementara, pembebasan sandera Israel, dan pembebasan tahanan Palestina.

Peringatan Kemanusiaan dari PBB di Tengah Eskalasi

Situasi di lapangan semakin diperparah dengan laporan PBB pada hari Kamis yang menyebutkan lebih dari 417.000 orang telah mengungsi dari Gaza utara sejak pertengahan Agustus. Angka ini terus bertambah seiring dengan eskalasi konflik. PBB juga memperingatkan kondisi yang mengerikan dan tidak aman di Gaza selatan, tempat warga sipil diperintahkan oleh pasukan Israel untuk pindah.

Kepala bantuan PBB, Tom Fletcher, menyuarakan keprihatinannya di platform X. Ia menekankan bahwa "pertempuran berlanjut di Kota Gaza. Akses ke utara sulit." Fletcher menegaskan bahwa upaya kemanusiaan tanpa hambatan sangat dibutuhkan, tetapi banyak petugas kemanusiaan terpaksa menangguhkan operasi mereka karena kondisi yang tidak aman.

"Mengeluarkan perintah pengungsian tidak membebaskan pihak-pihak yang berkonflik dari tanggung jawab: banyak warga sipil tetap tinggal dan harus dilindungi," tambahnya. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan warga sipil di tengah operasi militer, sesuai dengan hukum humaniter internasional.

Kondisi Gaza yang Memprihatinkan: Antara Blokade dan Pengungsian

Gaza, rumah bagi hampir 2,4 juta orang, telah berada di bawah blokade Israel selama hampir 18 tahun. Blokade ini semakin diperketat pada bulan Maret ketika Israel menutup penyeberangan perbatasan dan memblokir pengiriman makanan dan obat-obatan. Langkah ini telah mendorong wilayah tersebut ke jurang kelaparan, dengan banyak laporan tentang anak-anak yang meninggal karena malnutrisi.

Sejak Oktober 2023, pengeboman Israel telah menewaskan hampir 66.300 warga Palestina, dengan sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Angka ini mencerminkan dampak dahsyat dari konflik terhadap populasi sipil. Rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur penting lainnya juga menjadi sasaran, memperburuk krisis kemanusiaan.

PBB dan berbagai kelompok hak asasi manusia telah berulang kali memperingatkan bahwa Gaza sedang dibuat tidak layak huni. Kelaparan dan penyakit menyebar dengan cepat di tengah pengungsian massal, kurangnya air bersih, sanitasi, dan layanan kesehatan. Situasi ini menciptakan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Implikasi Ultimatum: Jalan Damai atau Bencana yang Lebih Besar?

Ultimatum Trump ini menambah tekanan pada Hamas untuk mengambil keputusan krusial. Jika Hamas menerima proposal tersebut, ada harapan untuk jeda dalam pertempuran dan potensi pembebasan sandera. Namun, jika mereka menolak, ancaman "kehancuran total" dari Trump bisa menjadi sinyal bagi eskalasi militer yang lebih brutal, dengan konsekuensi kemanusiaan yang tak terbayangkan.

Keputusan Hamas akan sangat menentukan nasib jutaan warga Palestina yang terjebak dalam konflik. Dunia menanti dengan cemas respons dari kelompok tersebut, berharap agar jalan menuju perdamaian dan bantuan kemanusiaan dapat terbuka, bukan malah memperdalam jurang penderitaan. Ultimatum ini bukan hanya tentang gencatan senjata, tetapi juga tentang masa depan Gaza.

banner 325x300