banner 728x250

Paul Thomas Anderson Bikin Geger! ‘One Battle After Another’: Masterpiece yang Siap Sabet Oscar Perdana?

Ilustrasi kaca pembesar menyoroti tulisan "REVIEW", merefleksikan ulasan mendalam film 'One Battle After Another'.
Film 'One Battle After Another' karya Paul Thomas Anderson: mahakarya sinematik yang menetap di benak. Simak ulasan mendalam kami!
banner 120x600
banner 468x60

Ada film yang datang, memukau, lalu pergi. Tapi ada juga film yang menetap di benak, bahkan setelah lampu bioskop menyala. ‘One Battle After Another’ (OBAA) adalah yang kedua.

Film besutan Paul Thomas Anderson (PTA) ini bukan sekadar tontonan biasa. Ia mencentang semua syarat untuk sebuah mahakarya sinematik, dari naskah yang brilian hingga eksekusi teknis yang memukau.

banner 325x300

Bukan Sekadar Film, Ini Pengalaman Sinematik!

Sulit rasanya menyangkal penilaian banyak orang yang menasbihkan ‘One Battle After Another’ sebagai salah satu film Hollywood terbaik dalam beberapa tahun terakhir. Kejeniusan PTA sebagai penulis sekaligus sutradara adalah kunci utama di balik keapikan film ini.

Ia mampu meramu setiap elemen dengan takaran yang seimbang sempurna. Keseimbangan inilah yang membuat setiap detail terasa pas, tidak ada yang berlebihan atau kurang, semua dipoles dengan cermat.

Durasi 162 menit? Jujur, saya tidak merasakan bosan sedikit pun. Alur ceritanya mengalir begitu saja, membuat mata terpaku pada layar tanpa henti.

Meskipun ceritanya terinspirasi dari novel Vineland karya Thomas Pynchon dan memiliki banyak cabang serta karakter, PTA berhasil mengatur tempo. Setiap karakter dikenalkan dengan baik, membuat penonton selalu tertarik untuk menyimak kelanjutannya.

Satir Tajam Berbalut Drama Personal yang Menyentuh

Secara garis besar, OBAA menceritakan Bob Ferguson (Leonardo DiCaprio), seorang eks revolusioner AS, yang harus berhadapan lagi dengan musuh lamanya, Kolonel Steven J. Lockjaw. Awalnya, saya mengira film ini akan jadi tontonan berat khas PTA, penuh pertempuran ideologi dan revolusi.

Ternyata, Anderson punya kejutan lain. Ia memang menyajikan gambaran Amerika Serikat di bawah rezim fasis: perburuan imigran, dwifungsi militer, supremasi kulit putih, hingga bangkitnya kelompok revolusioner.

Namun, di balik narasi satir yang tajam itu, PTA dengan cerdik menyisipkan drama ayah-anak yang sangat personal antara Bob dan putrinya, Willa Ferguson (Chase Infiniti). Ini bukan sekadar pemanis, tapi justru menjadi jantung emosional cerita.

Elemen drama ini dikemas dengan sentuhan yang begitu personal. Membuat penonton ikut merasakan kedekatan dan perjuangan mereka, seolah-olah menjadi bagian dari keluarga Ferguson.

Paul Thomas Anderson Berani Keluar Zona Nyaman

Paul Thomas Anderson dikenal sebagai sutradara yang gemar bermain dengan tempo lambat, nuansa muram, dan sentuhan ‘artsy’ yang kental. Tapi lupakan sejenak gaya itu di OBAA.

Film ini justru menggebrak sejak menit pertama dengan adegan pembebasan imigran yang mendebarkan. Sebuah kejutan yang menyenangkan, menunjukkan keberanian Anderson untuk menempuh rute baru.

Pendekatan ini dipertahankan nyaris sepanjang film, membuat OBAA terasa seperti film laga berkualitas tinggi yang sering kita tonton di televisi, namun dengan kedalaman cerita yang berkali lipat lebih baik. Ini adalah bukti bahwa PTA tidak takut bereksperimen dan berhasil melakukannya dengan gemilang.

Akting Kelas Kakap yang Bikin Merinding

Bicara soal kualitas, jajaran pemeran OBAA benar-benar kelas kakap. Leonardo DiCaprio, dalam kolaborasi perdananya dengan PTA, sukses besar memerankan Bob Ferguson.

Ia mampu menyuguhkan akting meyakinkan, baik sebagai eks revolusioner yang dihantui masa lalu, maupun sebagai ayah tunggal protektif bagi putrinya. Penampilannya begitu kompleks dan mendalam.

Sean Penn sebagai Kolonel Steven J. Lockjaw juga tak kalah memukau. Ia bukan hanya sekadar tentara jahat, tapi representasi mengerikan dari produk fasisme dan supremasi kulit putih yang akan menghantui pikiranmu.

Dan jangan lupakan Chase Infiniti, yang debut layar lebarnya di film ini sebagai Willa. Penampilannya sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia pendatang baru di Hollywood, sungguh luar biasa! Ia mampu mengimbangi para aktor senior dengan sangat baik.

Bintang lain yang tergabung dalam ensambel pemeran film ini juga menyita perhatian. Sebut saja Benicio del Toro yang eksentrik, hingga Teyana Taylor yang mampu menunjukkan keberanian sekaligus sensualitas dalam satu waktu.

Lebih dari Sekadar Hiburan, Pesan yang Abadi

Secara keseluruhan, ‘One Battle After Another’ adalah paket lengkap. Ia menawarkan hiburan yang mendebarkan sekaligus komentar sosial yang lugas dan relevan.

Film ini punya potensi besar untuk menjadi tontonan timeless, yang tidak akan lekang oleh waktu. Meski konteks politiknya spesifik Amerika Serikat, pesan yang disampaikan terasa universal dan bisa diterapkan di mana saja.

Ini adalah film yang akan membuatmu berpikir, merasakan, dan mungkin bahkan terinspirasi. Sebuah cerminan realitas yang disajikan dengan sangat apik.

Oscar Perdana untuk Sang Maestro?

Dengan segala keunggulannya, rasanya ‘One Battle After Another’ sudah sepantasnya memborong banyak piala di musim penghargaan mendatang. Apalagi, Paul Thomas Anderson adalah sutradara yang sudah 11 kali masuk nominasi Oscar, tapi belum pernah membawa pulang satu pun piala. Ironis, bukan?

Film ini adalah kesempatan emasnya. Dengan dukungan kampanye besar dari Warner Bros., mungkinkah OBAA akan menjadi film yang mempersembahkan Oscar perdana bagi sang maestro?

Jangan sampai melewatkan ‘One Battle After Another’. Ini bukan hanya film, ini adalah pengalaman sinematik yang akan terus kamu bicarakan lama setelah kredit bergulir.

banner 325x300