banner 728x250

Drama Anggaran Rp71 Triliun: Luhut ‘Sentil’ Menkeu Purbaya, Ada Apa dengan Dana Makan Gratis?

drama anggaran rp71 triliun luhut sentil menkeu purbaya ada apa dengan dana makan gratis portal berita terbaru
banner 120x600
banner 468x60

Sebuah "sentilan" keras datang dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, yang secara tegas meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak mengambil kembali anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tidak terserap. Pernyataan ini sontak menjadi sorotan, mengingat MBG adalah salah satu program prioritas utama pemerintahan baru.

Permintaan Luhut ini muncul setelah ia bertemu dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, di kantor DEN, Jakarta Pusat, pada Jumat (3/10) sore. Pertemuan itu seolah menjadi panggung bagi Luhut untuk menegaskan komitmen pemerintah terhadap program yang digadang-gadang mampu menggerakkan ekonomi akar rumput ini.

banner 325x300

Luhut Pasang Badan: Anggaran MBG Wajib Terserap Optimal!

Luhut Binsar Pandjaitan tidak main-main. Ia menyampaikan bahwa penyerapan anggaran MBG kini menunjukkan perbaikan signifikan, sebuah kabar baik yang menurutnya harus dipertahankan. Oleh karena itu, ia merasa tidak perlu ada kekhawatiran dari pihak Kementerian Keuangan terkait dana yang "menganggur."

"Tadi kami pastikan juga bahwa penyerapan anggarannya sekarang kelihatan sangat membaik, sehingga Menteri Keuangan (Purbaya Yudhi Sadewa) tidak perlu nanti mengambil-ambil anggaran yang tidak terserap," ujar Luhut, menegaskan posisinya. Pesan ini jelas: dana yang sudah dialokasikan harus tetap di tempatnya.

Bukan hanya itu, Luhut juga memberikan peringatan kepada Dadan Hindayana agar anggaran yang sudah disiapkan pemerintah benar-benar terserap habis. Menurutnya, serapan anggaran yang baik bukan hanya soal angka, tetapi juga memiliki dampak domino yang besar bagi perekonomian.

Ia meyakini bahwa penyerapan anggaran MBG yang optimal akan menjadi motor penggerak ekonomi di daerah-daerah. Ketika uang berputar di masyarakat, daya beli meningkat, usaha kecil menengah bergeliat, dan pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi lokal pun akan terpacu. Ini adalah filosofi ekonomi yang dipegang teguh oleh Luhut.

Menkeu Purbaya Punya Rencana Lain: Dana Tak Terserap Bakal Dialihkan

Namun, di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memiliki pandangan yang berbeda, yang ia sampaikan jauh sebelum "sentilan" Luhut. Purbaya sebelumnya telah mengisyaratkan niatnya untuk memindahkan anggaran MBG yang tidak terserap di tahun 2025 ke program lain. Sebuah langkah yang, dari kacamata fiskal, dianggap sebagai bentuk efisiensi.

Purbaya bahkan mengklaim sudah mengantongi lampu hijau dari Presiden Prabowo Subianto terkait rencana ini. Meskipun MBG adalah program prioritas, ia melihat realistis bahwa anggaran sebesar Rp71 triliun mungkin tidak akan terserap secara optimal pada tahun ini, terutama mengingat skala dan kompleksitas pelaksanaannya.

"Kalau di akhir Oktober (2025) kita bisa hitung dan antisipasi penyerapannya (anggaran MBG) hanya sekian, ya kita ambil juga uangnya," kata Purbaya dalam media briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9). Pernyataan ini menunjukkan ketegasan Purbaya dalam mengelola keuangan negara.

Baginya, tidak ada uang negara yang boleh "menganggur." Dana yang tidak terserap akan lebih bermanfaat jika dialihkan untuk mengurangi defisit anggaran atau melunasi utang negara. Ini adalah prinsip dasar pengelolaan keuangan yang prudent, di mana setiap rupiah harus dimanfaatkan seefisien mungkin demi kepentingan yang lebih luas.

Dilema Anggaran: Efisiensi vs. Dampak Ekonomi Lokal

Situasi ini menciptakan sebuah dilema klasik dalam pengelolaan anggaran negara. Di satu sisi, ada urgensi untuk memastikan setiap program prioritas berjalan lancar dan dananya terserap maksimal untuk mencapai tujuan sosial dan ekonomi. Di sisi lain, ada tuntutan efisiensi fiskal dan pengelolaan keuangan yang hati-hati agar tidak ada dana yang terbuang percuma.

Program Makan Bergizi Gratis, dengan alokasi anggaran yang fantastis mencapai Rp71 triliun, tentu menghadapi tantangan besar dalam hal penyerapan. Logistik yang kompleks, koordinasi antarlembaga, serta kesiapan infrastruktur di daerah bisa menjadi hambatan. Proses pengadaan, distribusi, hingga monitoring membutuhkan sistem yang matang dan waktu yang tidak sebentar.

Purbaya sendiri tidak melihat langkahnya sebagai upaya menghambat MBG, melainkan justru untuk membantu. "Dia (Presiden Prabowo) bilang sih oke, boleh dia, ‘Bagus’. Justru kita membantu MBG biar diserap lebih cepat, tapi kalau enggak ada sanksi, ya mereka (Badan Gizi Nasional) santai-santai saja," sambungnya. Ini menunjukkan bahwa Purbaya ingin mendorong BGN untuk bekerja lebih cepat dan efektif.

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Menkeu ingin menciptakan insentif bagi BGN agar lebih proaktif dalam menyerap anggaran. Dengan adanya "ancaman" pengalihan dana, diharapkan BGN akan lebih serius dan inovatif dalam memastikan program berjalan sesuai target.

Taruhan Besar di Balik Program Makan Bergizi Gratis

Program Makan Bergizi Gratis bukan sekadar program biasa. Ini adalah janji kampanye yang menjadi salah satu pilar utama pemerintahan Prabowo-Gibran. Keberhasilan atau kegagalan program ini akan sangat memengaruhi citra dan kredibilitas pemerintah di mata publik. Oleh karena itu, setiap rupiah yang dialokasikan memiliki taruhan yang besar.

Purbaya bahkan menegaskan di depan anggota Komisi XI DPR RI pada Rabu (10/9) bahwa ia akan meminta Dadan Hindayana untuk menjelaskan ke publik setiap seminggu sekali mengapa serapan anggaran MBG tidak optimal. Ini adalah bentuk akuntabilitas yang tinggi, sekaligus tekanan bagi BGN untuk menunjukkan kinerja terbaiknya.

Namun, Purbaya juga tidak menutup kemungkinan untuk menambah anggaran jika serapannya terbukti bagus. "Kalau dia (Badan Gizi Nasional) bisa lebih cepat (menyerap anggaran MBG), ditambah lagi uangnya, tapi hitungan kita enggak mungkin kelihatannya (menyerap 100 persen anggaran Rp71 triliun). Makanya, kita mau lihat dan kita perbaiki, kita bantu kalau bisa," tandasnya.

Ini menunjukkan bahwa ada fleksibilitas, namun tetap dengan prinsip kehati-hatian. Jika BGN mampu menunjukkan kinerja luar biasa, pintu untuk dukungan anggaran lebih lanjut akan terbuka lebar. Namun, jika tidak, maka efisiensi fiskal akan menjadi prioritas.

Siapa yang Akan Menang dalam Perebutan Anggaran Ini?

"Sentilan" Luhut kepada Purbaya ini bukan hanya sekadar perbedaan pendapat, melainkan cerminan dari dua pendekatan yang berbeda dalam mengelola negara. Satu sisi menekankan pada percepatan implementasi program untuk dampak ekonomi langsung, sementara sisi lain mengedepankan efisiensi dan kehati-hatian fiskal.

Anggaran Rp71 triliun untuk Makan Bergizi Gratis adalah jumlah yang sangat besar, dan pengelolaannya akan menjadi ujian nyata bagi kabinet baru. Apakah BGN mampu membuktikan bahwa mereka bisa menyerap anggaran secara optimal dan efektif? Atau apakah Menkeu Purbaya akan benar-benar merealisasikan rencananya untuk mengalihkan dana yang tidak terserap?

Pertarungan antara visi pembangunan yang ambisius dan prinsip kehati-hatian fiskal ini akan terus berlanjut. Masyarakat tentu berharap, di tengah "drama" anggaran ini, program Makan Bergizi Gratis dapat berjalan lancar, mencapai sasarannya, dan memberikan manfaat nyata bagi jutaan anak-anak di Indonesia. Kita tunggu saja, bagaimana episode selanjutnya dari drama anggaran Rp71 triliun ini akan bergulir.

banner 325x300