banner 728x250

DPR Ketok Palu Revisi UU BUMN: Ini 11 Perubahan Krusial yang Wajib Kamu Tahu!

dpr ketok palu revisi uu bumn ini 11 perubahan krusial yang wajib kamu tahu portal berita terbaru
banner 120x600
banner 468x60

DPR RI akhirnya mengesahkan revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) dalam sidang paripurna hari ini, Kamis (2/10). Keputusan ini menandai babak baru bagi pengelolaan BUMN di Indonesia, dengan harapan membawa perubahan signifikan demi efisiensi dan tata kelola yang lebih baik. Revisi ini menjadi yang kedua kalinya dilakukan dalam tahun ini, menunjukkan urgensi perbaikan regulasi.

Komisi VI DPR RI bersama pemerintah telah menyetujui Rancangan UU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Proses pembahasan yang intensif sejak 23 hingga 26 September 2025 lalu menghasilkan sejumlah poin krusial yang diyakini akan mereformasi wajah BUMN. Total ada 84 pasal yang diubah, setelah melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pakar dan akademisi.

banner 325x300

Mengapa Revisi UU BUMN Ini Penting?

Revisi UU BUMN ini bukan sekadar formalitas, melainkan upaya serius untuk menjawab tantangan dan dinamika pengelolaan BUMN yang semakin kompleks. Selama ini, banyak kritik muncul terkait efektivitas, transparansi, hingga potensi konflik kepentingan dalam tubuh BUMN. Dengan adanya perubahan ini, pemerintah dan DPR berharap BUMN bisa menjadi lokomotif ekonomi yang lebih kuat dan akuntabel.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU BUMN sekaligus pimpinan Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menegaskan bahwa perubahan ini dilakukan secara menyeluruh. Ia menyebut, 84 pasal yang diubah tersebut merupakan hasil masukan dari berbagai pihak, demi memastikan regulasi yang lebih komprehensif dan relevan. Ini menunjukkan komitmen untuk menciptakan landasan hukum yang kokoh bagi BUMN.

11 Poin Krusial yang Mengubah Wajah BUMN

Ada sebelas pokok pikiran utama yang menjadi sorotan dalam revisi UU BUMN ini. Perubahan-perubahan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyentuh aspek fundamental tata kelola dan operasional BUMN. Mari kita bedah satu per satu agar kamu tidak ketinggalan informasi penting ini.

1. Pembentukan Badan Pengaturan BUMN (BP-BUMN)

Salah satu perubahan paling mendasar adalah pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN. Kini, nomenklatur Kementerian BUMN akan diganti menjadi Badan Pengaturan BUMN, atau yang selanjutnya disebut BP-BUMN. Ini berarti akan ada entitas baru yang secara khusus fokus pada regulasi dan pengawasan BUMN, terpisah dari fungsi kementerian yang lebih luas.

Pembentukan BP-BUMN ini diharapkan dapat menciptakan fokus yang lebih tajam dalam mengelola dan mengawasi BUMN. Dengan demikian, intervensi politik bisa diminimalisir dan profesionalisme dalam pengelolaan BUMN dapat ditingkatkan. Ini adalah langkah besar menuju tata kelola yang lebih independen.

2. Penambahan Kewenangan BP-BUMN

Tidak hanya mengganti nomenklatur, revisi ini juga memperluas kewenangan BP-BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN. BP-BUMN akan memiliki mandat yang lebih kuat untuk memastikan BUMN beroperasi secara efisien, transparan, dan memberikan kontribusi maksimal bagi negara. Ini termasuk dalam hal perumusan kebijakan strategis dan pengawasan kinerja.

Kewenangan yang lebih besar ini diharapkan mampu mendorong BUMN untuk lebih kompetitif dan inovatif. BP-BUMN akan menjadi garda terdepan dalam memastikan BUMN tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga menjalankan fungsi pelayanan publik dengan baik.

3. Pengelolaan Dividen Saham Seri A Dwi Warna oleh BP-BUMN

Poin krusial lainnya adalah pengaturan dividen saham seri A Dwi Warna yang kini akan dikelola langsung oleh BP-BUMN. Pengelolaan ini tentu saja harus atas persetujuan Presiden. Ini menunjukkan adanya sentralisasi pengelolaan aset strategis negara di bawah BP-BUMN.

Dividen saham seri A Dwi Warna seringkali memiliki implikasi strategis bagi negara. Dengan dikelola langsung oleh BP-BUMN, diharapkan pengelolaannya menjadi lebih terkoordinasi dan sesuai dengan visi pembangunan nasional. Ini juga bisa meningkatkan akuntabilitas dalam pemanfaatan dana tersebut.

4. Larangan Rangkap Jabatan Menteri dan Wakil Menteri di BUMN

Ini adalah salah satu poin yang paling banyak disorot dan merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 128-PUU-XXIII-2025. Revisi UU BUMN secara tegas melarang Menteri dan Wakil Menteri merangkap jabatan sebagai Direksi, Komisaris, atau Dewan Pengawas BUMN. Aturan ini bertujuan untuk mencegah konflik kepentingan yang sering terjadi.

Larangan rangkap jabatan ini sangat penting untuk menciptakan tata kelola yang bersih dan profesional. Dengan demikian, para pejabat negara bisa fokus pada tugas utamanya tanpa terbebani oleh kepentingan di BUMN, dan BUMN pun bisa dijalankan oleh profesional yang independen.

5. Penghapusan Ketentuan Anggota Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas Bukan Penyelenggara Negara

Sebelumnya, ada ketentuan yang menyatakan bahwa anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara. Kini, ketentuan tersebut dihapus. Ini memiliki implikasi besar terhadap status hukum dan akuntabilitas para pejabat BUMN.

Dengan dihapusnya ketentuan ini, para pejabat BUMN kini secara implisit dapat dianggap sebagai penyelenggara negara. Artinya, mereka akan tunduk pada aturan dan sanksi yang lebih ketat terkait penyelenggara negara, termasuk dalam hal pelaporan harta kekayaan dan pencegahan korupsi. Ini adalah langkah maju menuju transparansi.

6. Kesetaraan Gender bagi Karyawan BUMN

Revisi UU BUMN juga menyentuh aspek kesetaraan gender. Kini, akan ada pengaturan yang memastikan kesetaraan gender bagi karyawan BUMN yang menduduki jabatan Direksi, Komisaris, dan jabatan Manajerial di BUMN. Ini adalah upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan adil.

Poin ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendorong partisipasi perempuan dalam posisi-posisi strategis di BUMN. Dengan adanya kesetaraan gender, diharapkan BUMN dapat memanfaatkan potensi terbaik dari seluruh karyawannya, tanpa memandang jenis kelamin, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan.

7. Perlakuan Perpajakan yang Lebih Jelas

Revisi ini juga mengatur perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga. Pengaturan ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Tujuannya adalah untuk menciptakan kepastian hukum dan kejelasan dalam aspek perpajakan BUMN.

Kompleksitas struktur BUMN, terutama dengan adanya holding, seringkali menimbulkan masalah dalam perpajakan. Dengan adanya pengaturan yang lebih spesifik, diharapkan tidak ada lagi kerancuan atau potensi sengketa pajak, sehingga BUMN bisa beroperasi dengan lebih tenang dan efisien.

8. Pengecualian Pengusahaan BUMN Alat Fiskal dari BP-BUMN

Ada pengecualian pengusahaan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP-BUMN. Ini berarti, BUMN-BUMN tertentu yang memiliki fungsi strategis sebagai instrumen kebijakan fiskal negara tidak akan sepenuhnya berada di bawah kendali BP-BUMN. Contohnya seperti Pertamina, PLN, atau Bulog yang memiliki peran vital dalam menjaga stabilitas ekonomi dan ketersediaan kebutuhan pokok.

Pengecualian ini menunjukkan bahwa pemerintah menyadari adanya BUMN yang memiliki peran ganda, tidak hanya sebagai entitas bisnis tetapi juga sebagai alat negara untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, fleksibilitas dalam pengelolaan BUMN strategis tetap terjaga.

9. Pengaturan Kewenangan Pemeriksaan Keuangan BUMN oleh BPK

Revisi ini secara eksplisit mengatur kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meskipun BPK sudah memiliki kewenangan ini, penegasan dalam UU BUMN akan semakin memperkuat dasar hukumnya. Ini penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas keuangan BUMN.

Dengan penegasan ini, BPK akan memiliki landasan yang lebih kuat dalam melakukan audit terhadap BUMN. Ini diharapkan dapat mencegah penyimpangan dan memastikan bahwa setiap rupiah yang dikelola BUMN digunakan secara efektif dan efisien demi kepentingan negara.

10. Mekanisme Peralihan dari Kementerian BUMN kepada BP-BUMN

Mengingat adanya perubahan struktural dari Kementerian BUMN menjadi BP-BUMN, revisi ini juga mengatur mekanisme peralihan yang jelas. Pengaturan ini penting untuk memastikan transisi berjalan lancar tanpa mengganggu operasional BUMN. Ini mencakup aspek kepegawaian, aset, hingga kebijakan.

Mekanisme peralihan yang terencana akan meminimalisir potensi kekosongan kepemimpinan atau kebijakan selama proses transisi. Ini menunjukkan bahwa pemerintah telah memikirkan secara matang dampak dari perubahan besar ini.

11. Pengaturan Jangka Waktu Rangkap Jabatan Menteri atau Wakil Menteri

Terakhir, revisi ini juga mengatur jangka waktu rangkap jabatan Menteri atau Wakil Menteri sebagai organ BUMN sejak putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan. Ini adalah klausul transisi yang memberikan waktu bagi pejabat yang saat ini merangkap jabatan untuk menyesuaikan diri.

Pengaturan ini penting untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari kekosongan jabatan secara mendadak. Dengan demikian, proses transisi dapat berjalan secara bertahap dan tidak menimbulkan gejolak dalam pengelolaan BUMN.

Apa Artinya Bagi Masa Depan BUMN?

Pengesahan revisi UU BUMN ini adalah langkah besar menuju reformasi tata kelola BUMN di Indonesia. Dengan 11 poin krusial ini, diharapkan BUMN akan menjadi lebih profesional, transparan, dan akuntabel. Larangan rangkap jabatan, pembentukan BP-BUMN, hingga penegasan peran BPK adalah indikator kuat komitmen pemerintah untuk menciptakan BUMN yang bersih dan efisien.

Perubahan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kinerja finansial BUMN, tetapi juga memperkuat peran mereka sebagai agen pembangunan. Dengan regulasi yang lebih jelas dan pengawasan yang lebih ketat, BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi maksimal bagi kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Tentu saja, implementasi di lapangan akan menjadi kunci utama keberhasilan reformasi ini.

banner 325x300