banner 728x250

Bikin Geger! DPR ‘Sentil’ Kemenkeu Soal Subsidi Elpiji 3 Kg, Ada Apa?

bikin geger dpr sentil kemenkeu soal subsidi elpiji 3 kg ada apa portal berita terbaru
banner 120x600
banner 468x60

Drama baru di panggung politik kembali mencuat, kali ini melibatkan polemik seputar subsidi Elpiji 3 kilogram yang tak kunjung usai. Komisi XI DPR RI, melalui ketuanya Mukhamad Misbakhun, melayangkan kritik tajam kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Mereka meminta Kemenkeu fokus pada perbaikan tata kelola pembayaran subsidi, bukan terjebak dalam perdebatan teknis yang berpotensi mengganggu koordinasi.

Latar Belakang Polemik: Angka Elpiji yang Bikin Gaduh

banner 325x300

Pemicu kegaduhan ini bermula dari pernyataan Purbaya Yudhi Sadewa, salah satu pejabat tinggi di Kemenkeu. Ia sempat menyoroti harga asli Elpiji 3 kg yang mencapai Rp42.750 per tabung. Menurutnya, pemerintah menanggung subsidi fantastis sebesar Rp30.000, sehingga masyarakat hanya membayar Rp12.750.

Namun, pernyataan ini langsung dibantah keras oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Bahlil menilai Purbaya "salah membaca data" dan butuh penyesuaian karena posisinya yang relatif baru. Debat terbuka antar kementerian ini sontak menarik perhatian publik dan para wakil rakyat, memicu pertanyaan besar tentang efektivitas kebijakan subsidi.

DPR Angkat Bicara: Kritik Pedas dari Komisi XI

Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR RI, tak tinggal diam melihat situasi ini. Ia menegaskan bahwa Kemenkeu seharusnya memprioritaskan perbaikan sistem pembayaran subsidi dan kompensasi dalam APBN. Masalah klasik yang kerap muncul adalah realisasi pembayaran yang kerap terlambat.

Keterlambatan ini, kata Misbakhun, tidak hanya membebani arus kas negara, tetapi juga berpotensi mengganggu pelayanan publik yang vital. Ini adalah masalah fundamental yang seharusnya menjadi fokus utama Kementerian Keuangan untuk segera diperbaiki.

Bukan Soal Harga, Tapi Tata Kelola Pembayaran

Misbakhun menekankan bahwa selama bertahun-tahun, masalah klasik selalu muncul pada subsidi energi, seperti Elpiji 3 kg, bahan bakar minyak (BBM), dan listrik. Tugas utama Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara adalah memastikan pembayaran subsidi berjalan tepat waktu. Lebih dari itu, prosesnya harus transparan dan akuntabel.

Ia menegaskan bahwa aspek teknis seperti penetapan harga maupun distribusi subsidi, bukanlah ranah Kemenkeu. Justru, hal-hal teknis semacam itu merupakan kewenangan kementerian teknis yang lebih relevan.

Pembagian Kewenangan yang Jelas: Jangan Tumpang Tindih!

Legislator Partai Golkar itu mengingatkan adanya pembagian kewenangan yang sudah diatur jelas oleh peraturan perundang-undangan. Aspek teknis seperti penetapan harga atau distribusi subsidi, menurutnya, adalah ranah Kementerian ESDM dan Kementerian Sosial. Mereka adalah pihak yang memiliki otoritas dan keahlian di bidang tersebut.

"Pernyataan Menkeu yang keluar dari ranahnya justru berpotensi menimbulkan gangguan koordinasi antarkementerian," tegas Misbakhun. Tumpang tindih kewenangan semacam ini hanya akan menciptakan kebingungan dan menghambat efektivitas program subsidi.

Tujuan Subsidi: Jaga Daya Beli Rakyat Kecil

Misbakhun mengingatkan kembali hakikat utama kebijakan subsidi yang seringkali terlupakan di tengah polemik. Subsidi ada untuk menjaga daya beli rakyat kecil dan memastikan kelompok rentan mendapatkan akses energi dengan harga terjangkau. Ini adalah tujuan mulia yang harus dipertahankan.

Oleh karena itu, polemik antar kementerian tidak boleh sampai menutupi tujuan utama kebijakan subsidi ini. Jika distribusi subsidi Elpiji 3 kilogram atau subsidi energi lain tidak tepat sasaran, yang paling dirugikan adalah masyarakat kelas bawah yang sangat bergantung padanya.

Solusi Jangka Panjang: Data Akurat dan Sinergi Kuat

Alih-alih berdebat terbuka di ruang publik, Misbakhun menyerukan perbaikan fundamental yang lebih konstruktif. Yang dibutuhkan sekarang adalah perbaikan basis data penerima manfaat yang akurat, integrasi sistem digital yang menyeluruh, dan sinergi antar kementerian yang lebih kuat. Ini adalah langkah-langkah konkret untuk mengatasi akar masalah.

Ia menyebut, basis data penerima manfaat subsidi energi akan diintegrasikan ke dalam Data Terpadu Subsidi Energi Nasional (DTSEN). DTSEN ini merupakan hasil kerja sama Kementerian ESDM dan Badan Pusat Statistik (BPS), yang memerlukan penguatan koordinasi dan pemutakhiran data secara konsisten agar selalu relevan dan tepat sasaran.

Ancaman Fiskal dan Harapan DPR

Misbakhun juga menyoroti proyeksi belanja subsidi dan kompensasi energi dalam APBN 2026 yang diperkirakan meningkat. Hal ini dipicu oleh ketidakpastian harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah yang fluktuatif. Kondisi ini menuntut kehati-hatian dan manajemen fiskal yang lebih baik.

Disiplin fiskal dan tata kelola yang lebih baik akan sangat menentukan kredibilitas APBN dan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Tanpa keduanya, stabilitas ekonomi negara bisa terancam.

"Komisi XI DPR RI mendukung kebijakan subsidi untuk rakyat, tetapi tetap mengawasi agar APBN dijalankan tertib, efisien, dan berpihak pada masyarakat," pungkas Misbakhun. Ia berharap Kementerian Keuangan dapat menjawab tantangan ini dengan memastikan mekanisme pembayaran subsidi tepat waktu dan akuntabel, demi kesejahteraan rakyat dan stabilitas fiskal negara.

banner 325x300