banner 728x250

Adrian Gunadi, Pendiri Investree, Dibekuk di Qatar: Terkuak Modus Penipuan Miliaran Rupiah!

Adrian Gunadi (kanan) tersenyum dalam acara penandatanganan dokumen.
Mantan Direktur Investree Adrian Gunadi (kanan) saat berpartisipasi dalam acara resmi, sebelum kasus hukum menimpanya.
banner 120x600
banner 468x60

Kabar mengejutkan datang dari jagat fintech Indonesia. Adrian Gunadi, sosok di balik berdirinya platform pinjaman online Investree, kini harus berhadapan dengan hukum setelah berhasil dibekuk di Qatar. Mantan Direktur PT Investree Radhika Jaya ini menjadi tersangka kasus dugaan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin, sebuah tindakan yang berpotensi merugikan banyak pihak.

Penangkapan Adrian Gunadi ini bukan sekadar berita biasa. Ia adalah salah satu pionir di industri fintech lending yang selama ini dikenal luas. Kasus ini sekaligus menjadi sorotan tajam terhadap integritas dan pengawasan di sektor keuangan digital yang terus berkembang pesat.

banner 325x300

Adrian Gunadi Dibekuk di Qatar: Awal Mula Penangkapan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan jajaran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berhasil memulangkan Adrian Gunadi dari Doha, Qatar. Penangkapan ini menandai babak baru dalam upaya penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Kini, Adrian resmi berstatus tahanan OJK dan mendekam di rumah tahanan Bareskrim Polri.

Penangkapan ini bukan tanpa alasan. Adrian Gunadi telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghimpunan dana masyarakat secara ilegal. Ia dijerat dengan pasal pidana yang mengancamnya hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal sepuluh tahun, sebuah ancaman serius bagi pelaku kejahatan finansial.

Modus Operandi: Menghimpun Dana Tanpa Izin Lewat Perusahaan ‘Fiktif’

Modus operandi yang diduga dilakukan Adrian cukup licik dan terstruktur. Ia diduga menghimpun dana masyarakat secara melawan hukum selama periode Januari 2022 hingga Maret 2024. Aksi ini dilakukan melalui dua perusahaan yang seolah-olah terafiliasi dengan Investree, yaitu PT Radhika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radhika Investama (PRI).

Dua perusahaan tersebut digunakan sebagai kedok untuk mengumpulkan dana tanpa izin yang sah dari OJK. Dana yang terkumpul dari masyarakat ini, menurut dugaan, tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk tujuan investasi atau operasional yang legal. Sebaliknya, sebagian besar dana tersebut justru dialirkan untuk kepentingan pribadi Adrian Gunadi, sebuah tindakan penyalahgunaan kepercayaan yang fatal.

Kronologi Adrian Gunadi Jadi Buronan OJK hingga Interpol

Kisah pelarian Adrian Gunadi dimulai sejak tahun 2023, ketika ia diketahui berada di Doha, Qatar. Statusnya sebagai buronan OJK resmi disematkan pada Februari 2024, setelah serangkaian penyelidikan dan bukti-bukti mengarah padanya. Ini menjadi sinyal kuat bahwa OJK tidak main-main dalam menindak pelanggaran di sektor jasa keuangan.

Untuk memuluskan penangkapan di luar negeri, Interpol akhirnya menerbitkan red notice pada November 2024. Red notice adalah permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan menahan sementara seseorang yang sedang menunggu ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum serupa. Langkah ini terbukti efektif, hingga akhirnya Adrian berhasil dipulangkan ke Indonesia dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Dampak Skandal Investree dan Peringatan Keras OJK

Sebelum resmi menjadi buronan, Adrian Gunadi sebenarnya sudah mendapat peringatan keras dari OJK. Peringatan ini muncul setelah Investree tersandung dugaan fraud atau penipuan, yang berujung pada pencabutan izin usaha (CIU) platform tersebut. Pencabutan izin ini menjadi pukulan telak bagi Investree dan para penggunanya, sekaligus mengindikasikan adanya masalah serius dalam tata kelola perusahaan.

Seiring dengan keputusan pencabutan izin, Adrian juga dilarang untuk menjadi pihak utama dan/atau pemegang saham di lembaga jasa keuangan mana pun. Meskipun Investree sempat melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk restrukturisasi, hal itu tidak menghapus tanggung jawab serta dugaan tindak pidana atas pengelolaan perusahaan. OJK menegaskan bahwa proses hukum akan tetap berjalan terlepas dari hasil PKPU.

Siapa Sebenarnya Adrian Gunadi? Sosok di Balik Investree

Lantas, siapa sebenarnya Adrian Gunadi yang kini menjadi sorotan publik? Berdasarkan catatan di laman LinkedIn pribadinya, Adrian adalah salah satu pendiri (co-founder) sekaligus CEO Investree sejak Oktober 2015. Ia adalah otak di balik visi dan operasional salah satu platform P2P lending terbesar di Indonesia, yang sempat digadang-gadang sebagai masa depan keuangan digital.

Sebelum mendirikan Investree, Adrian memiliki rekam jejak yang cukup panjang dan mengesankan di industri perbankan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pengalaman ini membentuknya menjadi seorang profesional yang disegani di bidang keuangan, sebelum akhirnya tersandung kasus hukum yang mencoreng nama baiknya.

Karier Gemilang yang Berakhir Pahit

Karier Adrian Gunadi di dunia perbankan terbilang cemerlang dan penuh prestasi. Ia pernah menjabat sebagai Managing Director Retail Banking di Bank Muamalat Indonesia dari tahun 2009 hingga 2015. Sebelumnya, ia juga memegang posisi penting sebagai Head of Shariah Banking di PermataBank pada periode 2007-2009, menunjukkan keahliannya di sektor perbankan syariah.

Pengalamannya bahkan meluas hingga kancah internasional, di mana ia sempat bekerja sebagai Product Structuring di Standard Chartered Bank Dubai, Uni Emirat Arab, dari tahun 2005 hingga 2007. Jejak kariernya juga mencatat masa baktinya di Citibank Indonesia sebagai Cash and Trade Product Manager antara tahun 1998-2002, menunjukkan penguasaan yang mendalam di berbagai aspek perbankan.

Dari sisi pendidikan, Adrian juga memiliki latar belakang yang kuat dan prestisius. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana akuntansi di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1999, salah satu universitas terbaik di Indonesia. Tidak berhenti di situ, ia melanjutkan studi Master of Business Administration (MBA) di Rotterdam School of Management, Erasmus University, Belanda, dengan fokus pada Finance and Financial Management Services pada periode 2002-2003.

Selain aktivitas profesionalnya, Adrian juga aktif dalam berbagai organisasi yang relevan dengan bidangnya. Ia tercatat sebagai Vice Chairman Asosiasi FinTech Indonesia sejak Juni 2016 hingga kini, menunjukkan perannya dalam pengembangan ekosistem fintech nasional. Ia juga menjadi bagian dari jaringan Endeavor Entrepreneur sejak Mei 2017, sebuah komunitas global bagi para pengusaha berpotensi tinggi.

Dalam kolom "About" di profil LinkedIn-nya, Adrian menggambarkan dirinya sebagai individu dengan lebih dari 18 tahun pengalaman di bidang perbankan ritel dan wholesale. Ia secara spesifik menyebutkan keahliannya di Islamic Finance, serta kemampuannya dalam mengelola bisnis perbankan syariah, restrukturisasi, hingga pengembangan digital branchless banking. Ia juga menuliskan dirinya sebagai seorang self-starter yang bersemangat membangun model bisnis berkelanjutan. Menariknya, di tengah kesibukan profesionalnya, Adrian juga mengaku memiliki minat besar pada olahraga lari dan golf, menggambarkan sosok yang seimbang antara karier dan hobi. Namun, semua catatan gemilang itu kini tercoreng oleh dugaan kasus penipuan yang menjeratnya, mengakhiri karier yang menjanjikan dengan pahit.

Pelajaran Penting dari Kasus Adrian Gunadi

Kasus Adrian Gunadi ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat dan seluruh ekosistem industri keuangan. Kepercayaan adalah fondasi utama dalam setiap transaksi finansial, terutama di sektor fintech yang mengandalkan inovasi dan kecepatan. Ketika kepercayaan itu dikhianati oleh oknum, dampaknya bisa sangat luas, tidak hanya merugikan individu tetapi juga mencoreng reputasi seluruh industri.

OJK dan Polri, melalui penangkapan ini, menunjukkan komitmennya yang kuat untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik ilegal dan kejahatan finansial. Ini adalah sinyal tegas bahwa tidak ada ruang bagi pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan dengan cara melawan hukum, bahkan jika mereka adalah tokoh yang sebelumnya memiliki reputasi cemerlang. Penegakan hukum yang tegas menjadi kunci untuk menjaga stabilitas dan integritas pasar.

Bagi masyarakat sebagai investor atau pengguna jasa keuangan, kasus ini menekankan pentingnya melakukan due diligence atau uji tuntas secara menyeluruh sebelum menanamkan modal atau menggunakan layanan. Selalu pastikan platform atau perusahaan investasi memiliki izin resmi dari otoritas terkait, seperti OJK, dan rekam jejak yang jelas. Jangan mudah tergiur dengan iming-iming keuntungan besar dalam waktu singkat yang seringkali menjadi modus operandi penipuan.

Industri fintech sendiri juga perlu mengambil pelajaran berharga dari insiden ini. Regulasi yang ketat, pengawasan yang efektif, dan penerapan tata kelola perusahaan yang baik menjadi kunci untuk menjaga integritas dan keberlanjutan sektor ini. Kasus Adrian Gunadi harus menjadi momentum untuk memperkuat sistem internal, meningkatkan transparansi, dan menegakkan etika bisnis di seluruh ekosistem fintech Indonesia. Dengan demikian, kepercayaan publik dapat dibangun kembali dan dijaga, memastikan bahwa inovasi di bidang keuangan dapat berjalan seiring dengan perlindungan konsumen yang optimal. Ini adalah tugas bersama antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan finansial yang sehat dan aman bagi semua.

banner 325x300